Sepintas, ketentuan paragraf dua ini memberikan secercah harapan bahwa sewaktu-waktu Indonesia meminta melakukan evaluasi operasional, dan menyimpulkan bahwa Indonesia telah mampu untuk mengelola sendiri, maka Indonesia dapat menegosiasikan pengakhiran perjanjian.
Namun, harapan ini sirna dengan pengaturan Pasal 7 paragraf tiga, yang mewajibkan keberlakuan Perjanjian FIR selama 25 tahun.
Paragraf tiga juga mewajibkan agar Indonesia dan Singapura menerapkan ketentuan Konvensi Penerbangan Sipil Internasional 1944, dan Aturan ICAO, “…dengan cara yang tidak memengaruhi durasi perjanjian ini, atau pendelegasian pelayanan navigasi penerbangan ke Republik Singapura…”
Sungguh mengejutkan, ketika Indonesia, suatu negara berdaulat dengan cakupan ruang udara yang luas, menutup sendiri segala kesempatan untuk dapat mengelola ruang udaranya sendiri melalui ketentuan–ketentuan tersebut.
Kembali lagi, persetujuan Indonesia atas Pasal 7 ini seperti menembak kaki sendiri sebelum mulai berjalan.
Sebenarnya, ketidakcermatan dan kekurang hati-hatian tersebut dapat teratasi sejak awal negosiasi perjanjian dengan cara membuka diskusi–diskusi dengan akademisi dan pemangku kepentingan terkait, guna menjamin perlindungan kepentingan Indonesia dalam Perjanjian FIR, terlepas dari dilakukannya Perjanjian FIR ini sebagai paket perjanjian.
Transparansi proses persiapan dan perancangan perjanjian juga penting dilakukan untuk menjamin kontrol yang efektif atas materi muatan perjanjian.
Hal–hal tersebut dilakukan bukan untuk memberikan kritik semata bagi tindakan pemerintah, tetapi juga untuk memberikan masukan yang konstruktif demi melindungi kepentingan Indonesia, dan kedaulatan Indonesia di ruang udaranya.
Masih ada kesempatan untuk melindungi kepentingan dan kedaulatan Indonesia. Perjanjian FIR mengamanatkan dibuatnya tiga perjanjian turunan, yakni Perjanjian Koordinasi Operasional antar Penyedia Jasa, CMC Framework, dan Perjanjian untuk menentukan Biaya Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan.
Ketiga perjanjian tersebut dapat digunakan untuk memperjelas posisi Indonesia terkait mekanisme clearance, prioritas bagi penerbangan militer Indonesia, serta pembagian biaya pelayanan jasa navigasi penerbangan yang akan dibayarkan melalui Singapura, atas nama Pemerintah Indonesia.
Selain itu, antisipasi dan kajian lebih lanjut perlu dilakukan untuk melihat hubungan pendelegasian kembali ke Singapura ini, dengan perjanjian–perjanjian lain yang baru saja ditandatangani Indonesia, khususnya Defense Cooperation Agreement.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.