"Kawan-kawan kita di Sulawesi Tenggara (Sultra) dia hanya dapat gaji pokok dan tunjangan profesi. Lalu di perbatasan yang harusnya dapat tunjangan khusus/tunjangan daerah 3T, tidak dapat," ucap Sumardiansyah.
Baca juga: Menyelisik Konstruksi Pendidikan Jarak Jauh dalam Naskah Akademik RUU Sisdiknas
Wacana hilangnya tunjangan profesi sebenarnya sudah beberapa disuarakan oleh pemerintah.
Pada tahun 2015 misalnya, Kemendikbud ingin menghapuskan tunjangan profesi guru saat rapat bersama Komisi X DPR RI.
Pada tahun 2018, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengatakan, besarnya tunjangan profesi dalam bentuk sertifikasi tidak mencerminkan kualitas pendidik. Sri Mulyani juga menganggap tunjangan profesi tersebut hanya membebani APBN.
Kemudian pada tahun 2021, pemerintah juga berencana hanya memberikan tunjangan profesi hanya kepada guru yang berprestasi.
"Dan tahun 2019 kawan-kawan kita di kalangan guru SPK yang di dalamnya ada kurikulum nasional, PPKN, bahasa Indonesia, agama, tunjangan profesinya dihentikan. Artinya penghilangan tunjangan profesi nyata adanya, dimulai dari kalangan guru-guru SPK," sebut dia.
Baca juga: Dukung RUU Sisdiknas, Ketua Komisi X Usul Wajib Belajar 18 Tahun dari PAUD hingga Kuliah
Munculnya sejumlah pasal kontroversial disinyalir lantaran tidak dilibatkannya guru dalam proses penyusunan RUU. Padahal, para guru dan dosen menjadi tulang punggung utama sistem pendidikan di Indonesia.
Apalagi RUU ini adalah RUU sapu jagat (omnimbus law) yang rencananya bakal mencabut dan mengintegrasikan 3 undang-undang sebelumnya yang terkait pendidikan.
Ketiga UU tersebut, yakni UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pendidikan Tinggi.
Sumardiansyah pun menganggap bahwa penyusunan RUU ini terkesan terburu-buru, diam-diam dan tidak transparan.
Oleh karena itu, para guru meminta bersama komisi X DPR RI untuk membentuk kelompok kerja (Pokja) nasional RUU Sisdiknas dari berbagai unsur organisasi.
Baca juga: RUU Sisdiknas: Sertifikasi Pendidik Hanya untuk Calon Guru Baru
"Itu lah kenapa PGRI memang wajib dilibatkan dalam berbagai kebijakan pendidikan di Republik ini," jelasnya.
Terlepas dari banyaknya polemik yang beredar di kalangan guru dan praktisi akademi, nyatanya Komisi X DPR RI yang notabene menjadi mitra kerja Kemendikbudristek belum menerima draft secara resmi dari kementerian.
Kenyataan ini diungkap oleh anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Djohar Arifin Husin. Ia mengatakan, Komisi XI DPR RI belum mengetahui sasaran utama maupun peta jalan dari RUU tersebut, lantaran belum menerima naskah aslinya.
Dia merasa heran, banyak rambu-rambu dalam RUU yang sudah diketahui publik, termasuk dihapusnya pasal tentang tunjangan profesi guru.
Baca juga: HUT Ke-17, Himpaudi Dukung RUU Sisdiknas dengan 2 Catatan Ini
"(Penghapusan pasal tunjangan profesi) ini yang kita dengar, karena kami belum terima secara resmi. RUU ini langsung dibuat rambunya. Petanya apa, sasaran utamanya apa, goal-nya belum ada. Petanya pun belum ada, tau-tau rambu-rambunya dibuat. Ini aneh," ucap Djohar di kesempatan yang sama.
Belum diterimanya RUU Sisdiknas oleh Komisi X DPR RI juga diungkapkan oleh Anggota DPR RI Fraksi PAN, Dewi Coryati.
"Masalahnya, kami saja belum menerima naskah akademiknya. Dan saya berpikir tadi, dari rumah saya mikir, kita (melakukan RDPU), tapi kita saja belum tahu RUU mau seperti apa," ucap dia.
Tak hanya komisi X, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pun belum menerima naskah akademisnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.