JAKARTA, KOMPAS.com - Proses penyidikan terhadap Irjen Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat dilaporkan akan melibatkan uji poligraf atau pendeteksi kebohongan (lie detector).
“Iya terjadwal (Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi),” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian saat dikonfirmasi, Senin (5/9/2022).
Baca juga: Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Akan Diperiksa dengan Lie Detector
Selain Ferdy dan Putri, ada juga saksi yang akan diperiksa menggunakan uji polygraph, yakni asisten rumah tangga Sambo bernama Susi.
“PC, saksi Susi dan FS. Jadwalnya sampai hari Rabu,” ucap dia.
Sementara untuk tiga tersangka lain di kasus pembunuhan berencana Brigadir, yakni Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf (asisten rumah tangga Sambo) telah terlebih dahulu diperiksa dengan menggunakan uji poligraf atau alat pendeteksi kebohongan.
Andi mengatakan pemeriksaan dengan alat pendeteksi kebohongan dilakukan untuk menguji tingkat kejujuran tersangka.
“Untuk menguji tingkat kejujuran tersangka dalam memberikan keterangan,” tutur dia.
Baca juga: Survei LSN: 53,4 Persen Responden Nilai Ferdy Sambo Pantas Dipidana Mati
Uji poligraf atau lie detector adalah sebuah perangkat elektronik yang mengukur perubahan respon tubuh seseorang ketika diberikan sejumlah pertanyaan terkait sebuah perkara.
Teknik ini kerap digunakan dalam proses penyidikan perkara oleh aparat penegak hukum hingga seleksi pejabat tinggi atau agen intelijen.
Dirangkum dari berbagai sumber, cara kerja perangkat uji poligraf atau lie detector adalah dengan mengukur perubahan kondisi tubuh seperti denyut jantung, tekanan darah, peningkatan keringat, hingga interval helaan napas.
Maka dari itu ada sejumlah sensor yang dipasang di tubuh objek pemeriksaan untuk mengukur semua parameter perubahan fisiologis sepanjang interogasi.
Sensor-sensor itu dipasang di jari-jari tangan, dada, perut dan lengan.
Baca juga: Citra Polri Setelah Rekayasa Ferdy Sambo Terbongkar...
Pemeriksa nantinya akan mengajukan pertanyaan dan reaksi fisiologis seseorang akan terlihat dalam alat poligraf.
Ketika menjawab sebuah pertanyaan, reaksi psikologis yang muncul tanpa disadari sesungguhnya mempengaruhi cara kerja organ tubuh yang ada.
Tanda-tanda itu berupa gagap saat menjawab, berkeringat, hingga gerakan bola mata yang tidak fokus.
Sensor itu dapat mendeteksi apabila ada perubahan yang abnormal dari tubuh Anda. Hasil pembacaan mengenai reaksi tubuh akan diterjemahkan oleh perangkat elektronik dan tertera pada sebuah kertas dalam bentuk grafik.
Upaya membuat alat untuk menguji kebohongan seseorang sudah dilakukan sejak 1800-an.
Pada 1858, pakar fisiologi asal Prancis Étienne-Jules Marey mencatat ada perubahan reaksi tubuh seseorang yang bisa diukur jika merasa tidak nyaman dalam kondisi tertentu saat menjalani pemeriksaan.
Dikutip dari National Library of Medicine di National Center for Biotechnologuy Information di Maryland, Amerika Serikat, pengembangan perangkat untuk menguji kebohongan pertama kali dilakukan pada 1881.
Saat itu seorang kriminolog sekaligus dokter dan antropolog asal Italia, Cesare Lombrosso, membuat sebuah sarung tangan khusus untuk mengukur tekanan darah seorang tersangka yang menjalani interogasi.
Hasil perubahan tekanan darah tersangka yang dideteksi melalui sarung tangan Lombrosso itu diterjemahkan dalam bentuk grafik.
Dikutip dari binus.as.id, perangkat lie detector juga dikembangkan oleh ahli jantung dari Inggris, James Mackenzie, pada 1906.
Teknik yang ditemukan Lombrosso kemudian dikembangkan oleh William M. Marston pada 1921.
Beberapa tahun berselang, John Larson dan Leonard Keele merancang sebuah perangkat yang bisa merekam reaksi denyut jantung dan pernapasan seseorang saat menjalani pemeriksaan.
Perangkat dan model pemeriksaan yang dikembangkan para ahli di atas menjadi landasan uji poligraf yang dilakukan hingga hari ini.
Diketahui, Brigadir J telah meninggal dunia dengan sejumlah luka tembak di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta, 8 Juli 2022.
Dari hasil penyidikan tim khusus Polri mengungkapkan Brigadir J tewas akibat ditembak oleh Bharada E atau Richard Eliezer.
Penembakan itu diperintahkan langsung oleh Ferdy Sambo.
Bahkan, dalam tayangan video animasi hasil rekonstruksi yang dibuat Polri menunjukkan bahwa Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir J saat ajudannya itu sudah tergeletak dan bersimbah darah di lantai.
Kelima tersangka dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J dijerat pasal pembunuhan berencana yakni Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan atau 56 KUHP.
(Penulis : Rahel Narda Chaterine | Editor : Sabrina Asril)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.