Hal ini juga menandakan negara agaknya masih “alergi” dengan kehadiran masyarakat sipil dalam proses berdemokrasi, padahal masyarakat sipil merupakan instrumen yang sangat penting dalam kehidupan bernegara.
Di samping adanya ketentuan-ketentuan yang menjadi ancaman bagi ruang kebebasan sipil dan demokrasi, salah satu akar permasalahan substansial yang terdapat dalam RKUHP adalah proses penyusunan dan pembahasannya yang tidak terbuka dan partisipatif.
Hingga saat ini, masyarakat kesulitan untuk mengakses naskah RKUHP yang resmi dipegang oleh DPR dan Pemerintah.
Selain itu, para legislator selalu mengklaim bahwa pembahasan RKUHP telah dilakukan secara partisipatif.
Padahal partisipatif yang dimaksud seharusnya tidak sebatas formalitas tetapi dilakukan secara bermakna dengan berpedoman pada asas penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik maupun prinsip good governance.
Dalam proses pembahasan RKUHP, tidak terlihat keseriusan pemerintah dan DPR untuk secara sungguh-sungguh untuk melibatkan publik. Ini terlihat rencana awal pemerintah untuk memproses RKHUP secara kilat.
Pada bulan April 2022, pemerintah menyatakan akan segera menyerahkan RKUHP ke DPR kemudian dibahas dan disahkan bulan Juni 2022.
Lalu rencana tersebut diundur ke Juli 2022. Akhirnya diundur kembali ke waktu yang belum ditetapkan karena adanya penolakan (kembali) dari masyarakat.
Tidak hanya itu, ruang partisipasi masyarakat masih dilakukan secara tidak bermakna. Terbaru, pada tanggal 23 Agustus 2022, Pemerintah menyelenggarakan kick-off pembahasan RKUHP, namun pembahasan tersebut hanya berlangsung searah bersifat sosialisasi atau edukasi semata.
Tindakan tersebut patut untuk dipertanyakan, setidaknya tindakan tersebut masih menyiratkan bahwa Pemerintah tidak serius dalam mewujudkan partisipasi masyarakat yang bermakna sebagaimana amanat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Sampai saat ini RKUHP belum ditetapkan sebagai undang-undang, sehingga masih terdapat waktu untuk terus mempersoalkan ketentuan-ketentuan bermasalah dalam RKUHP, mengingat ketentuan-ketentuan bermasalah tersebut sangat berpotensi merenggut hak kebebasan sipil dan demokrasi.
Namun demikian, tugas untuk mempersoalkan ketentuan-ketentuan bermasalah dalam RKUHP tidak dapat terwujud apabila tidak pernah diberikan ruang oleh Pemerintah.
Masyarakat tidak membutuhkan ruang yang dilakukan satu arah, namun menantikan ruang dialog Pemerintah untuk memastikan ruang kebebasan sipil dan demokrasi tidak didegradasi oleh ketentuan dalam RKUHP.
Ruang partisipasi masyarakat yang bermakna merupakan harga mati yang harus disediakan oleh Pemerintah. Jika tidak, maka hal tersebut berpotensi mendorong Indonesia untuk memasuki masa kelam bagi ruang kebebasan sipil dan demokrasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.