Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompolnas Ungkap Suasana Sidang Etik Ferdy Sambo: Penuh Air Mata

Kompas.com - 28/08/2022, 13:13 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim yang menghadiri sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Irjen Ferdy Sambo mengungkapkan suasana di dalam persidangan yang berlangsung selama 17 jam.

Yusuf menyebutkan, sidang tersebut diwarnai ketegangan dan air mata.

"Ya suasana sidangnya sebagaimana pengadilan. Ya suasananya ada tegangannya, ada tenangnya, ya dinamislah. Dan penuh air mata," sebut Yusuf saat dimintai konfirmasi, Minggu (28/8/2022).

Baca juga: Update Kasus Brigadir J: Irjen Ferdy Sambo Dipecat hingga Rencana Rekonstruksi

Yusuf membeberkan, yang menangis dalam dalam sidang etik itu bukan Sambo, melainkan saksi-saksi yang dihadirkan.

Ada 15 orang yang dihadirkan dalam sidang tersebut, di antaranya Bharada Richard Eliezer, Kombes Budhi Herdi Susianto, hingga Brigjen Pol Hendra Kurniawan.

"Pak Sambo tidak menangis, terlihat ada rasa bersalah tetapi terlihat ada keteguhan apa yang akan dihadapinya. Pak Sambo tidak menangis di sidang. Yang menangis itu saksi yang diperiksa," tutur Yusuf.

Baca juga: Alasan Kapolri Tolak Pengunduran Diri Irjen Ferdy Sambo

Yusuf tidak membocorkan siapa saja saksi yang menangis dalam sidang etik Sambo.

Menurut dia, mereka menangis karena hal yang disampaikan Ferdy Sambo adalah skenario belaka, di mana skenario tersebut tidak sesuai dengan fakta pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Yusuf menduga, para saksi menangis karena menyesal.

"Barangkali ada perasaan kecewa menyesal. Iyalah pasti menyesal karena sudah masuk sidang etik begitu," ucap Yusuf.

Baca juga: Ferdy Sambo Ajukan Banding Usai Dipecat, Kapolri: Kita Lihat Saja Hasilnya...

Diketahui, Irjen Ferdy Sambo mengakui semua keterangan yang disampaikan 15 saksi dalam sidang KKEP.

Sebanyak 15 saksi dihadirkan untuk memberi keterangan perihal peristiwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang dilakukan oleh Sambo.

"Pelanggar Irjen FS juga sama, tidak menolak apa yang disampaikan oleh kesaksian para saksi," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jumat (26/8/2022).

Dedi menjelaskan, dengan pengakuan Sambo tersebut, seluruh dugaan pelanggaran etik yang dilakukan terbukti benar, di antaranya rekayasa kasus, penghilangan barang bukti seperti kamera CCTV, hingga menghalangi proses penyidikan.

Baca juga: Kapolri Janji Tak Tutupi Rekonstruksi Pembunuhan Brigadir J: Kami Proses Sesuai Fakta

Kemudian, Dedi menyebutkan, 15 orang saksi yang dihadirkan terbagi menjadi tiga klaster.

Klaster pertama adalah saksi-saksi yang terdiri dari tiga orang yang terlibat dalam peristiwa pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Sambo. Mereka adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

"Klaster kedua adalah klaster terkait masalah obstruction of justice, berupa ketidakprofesionalan dalam olah TKP, ada lima orang," tutur Dedi.

Lima saksi yang Dedi maksud terlibat dalam ketidakprofesionalan olah TKP adalah Brigjen Pol Hendra Kurniawan, Brigjen Pol Benny Ali, Kombes Agus Nurpatria, Kombes Susanto, dan Kombes Budhi Herdi Susianto.

Baca juga: Alasan Polri Ajak Komnas HAM-Kompolnas Ikuti Rekonstruksi Kasus Brigadir J: Menjaga Transparansi

Sementara itu, untuk klaster ketiga, mereka berkaitan dengan pengrusakan atau penghilangan alat bukti rekaman kamera CCTV.

Lima saksi ini adalah AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit, AKBP Arif Rahman, AKBP Arif Cahya, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Rifaizal Samual.

Sidang KKEP kemudian memutuskan bahwa Ferdy Sambo dipecat atau diberhentikan tidak dengan horman (PTDH) dari institusi Polri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com