Tiga pilihan pemerintah
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga memberikan penjelasan terkait kebijakan BBM subsidi yakni Pertalite dan Solar.
Dia menyebutkan ada tiga pilihan terkait penanganan BBM subsidi di tengah lonjakan harga minyak mentah.
Menurut Sri Mulyani, ketiganya bukan pilihan yang mudah.
Bendahara Negara itu menjelaskan, pilihan pertama yaitu menaikkan anggaran kompensasi dan subsidi energi sehingga semakin membebani APBN.
Baca juga: Menimbang Dampak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Pilihan kedua yakni mengendalikan volume Pertalite dan Solar, serta pilihan ketiga yakni dengan menaikkan harga BBM subsidi.
"Semua kombinasi di antara ketiga ini, tiga-tiganya sama sekali enggak enak," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Selasa.
Ia menjelaskan tanpa kenaikan harga Pertalite dan Solar maka negara harus kembali "nombok" sebesar Rp 198 triliun untuk anggaran subsidi dan kompensasi energi.
Saat ini anggaran subsidi dan kompensasi energi 2022 masih dipatok sebesar Rp 502,4 triliun.
Baca juga: Luhut Sebut Rencana Kenaikan Harga BBM, Puan: DPR Belum Terima Usulan dari Pemerintah
Angka itu sudah membengkak 229 persen atau sebesar Rp 349,9 triliun dari anggaran semula sebesar Rp 152,1 triliun.
"APBN jelas sekali akan sangat berat karena subsidi BBM itu sudah naik tiga kali lipat, ternyata masih kurang lagi," kata dia.
Di sisi lain, Partai Buruh bersama elemen serikat buruh, serikat petani, dan organisasi sipil yang lain menolak keras rencana kenaikan harga BBM subsidi termasuk elpiji 3 kilogram.
Menurut Ketua Partai Buruh Said Iqbal, ada beberapa alasan mengapa pihaknya menolak kenaikan BBM.
Pertama, kenaikan BBM akan meningkatkan inflansi secara tajam. Bahkan dia memprediksi, inflansi bisa tembus pada angka 6,5 persen.
Hal itu menurutnya akan berdiampak kepada daya beli rakyat kecil semakin terpuruk.