Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Salamun, M.Pd.I
Dosen di STIT Pringsewu

Dosen tetap di STIT Pringsewu Lampung, Alumni program Doktor UIN Raden Intan Lampung

Hentikan Pendidikan Anti-Korupsi

Kompas.com - 22/08/2022, 09:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERISTIWA terciduknya Profesor Karomani beserta tujuh orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Sabtu (20/8) yang lalu, melengkapi deretan panjang kasus korupsi yang melibatkan para pejabat dan penentu kebijakan di negeri ini.

Setidaknya ada dua hal menarik yang patut dijadikan perenungan.

Pertama, Prof Karomani notabene adalah ketua Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa yang tentu saja tidak perlu diragukan lagi pengetahuannya tentang makna penting integritas.

Secara intelektual tentu memiliki pemahaman yang lebih jika dibandingkan masyarakat awam pada umumnya.

Beliau juga tercatat sebagai pengurus inti di tingkat daerah dari sebuah organisasi keagamaan terbesar di Indonesia.

Dalam perspektif agama (Islam) seseorang yang mengerti (hukum) di mata Tuhan derajat dosa dan kesalahannya juga menjadi lebih berat.

Namun demikian bukan berarti kita justru semakin takut untuk belajar dan atau mengetahui hukum dan terutama hukum-hukum Tuhan.

Kedua, Prof. Karomani adalah seorang rektor perguruan tinggi (negeri) yang lazimnya sebagai perguruan tinggi tentu menjadi garda terdepan “kedua”--setelah perguruan tinggi yang berada dalam naungan kementerian agama--bagi benteng atau lebih tepat sebagai institusi yang harus secara sistemik menyemai, memupuk dan menumbuhsuburkan nilai-nilai integritas kepada para generasi penerus bangsa.

Femomena perilaku koruptif sejatinya lebih dapat disebut sebagai fenomena puncak gunung es di tengah lautan.

Tanpa bermaksud mengenalisir, pertanyaan yang patut menjadi renungan bersama, apakah praktik suap, jual beli kursi hanya terjadi diperguruan tinggi a quo? Sebuah pertanyaan introspektif sebagai bentuk kegelisahan sebagai bagian kecil dari seorang anak bangsa.

Yang juga perlu menjadi perhatian kemudian adalah banyaknya rumor bahwa tidak saja di perguruan tinggi negeri, jual beli kursi bahkan merambah sampai tingkat sekolah menengah unggulan atau setidaknya yang dinilai unggul.

Harakiri Karomani

Apa yang terjadi atas Prof Karomani tentu lebih dapat dipahami sebagai upaya menjebakkan diri atau bahkan bunuh diri yang dalam tradisi jepang dikenal dengan seppuku (hara-kiri).

Agak sulit dipahami jika sebagai seorang intelektual dengan level paling puncak, seorang profesor kemudian tidak menyadari risiko terberat dari apa yang beliau lakukan.

Korupsi sejatinya merupakan jebakan maut bagi para pejabat dan orang-orang yang berada pada sumbu kekuasaan, siapapun bahkan yang paling baik dan shalih sekalipun.

Sebagaimana adagium yang dikemukakan oleh Lord Acton Guru Besar Sejarah Modern Universitas Cambridge Inggris “Power tends to corrupt”. Kekuasaan cenderung korup.

Hanya yang memiliki integritas dan kewaspadaan ekstra tinggilah yang dapat menghindari atau terhindar dari godaan eloknya berhala kaum materialis berupa uang.

Dalam The Financial Peace Planner, Dave Ramsey mengatakan bahwa uang tidak akan membuat Anda menjadi seseorang yang baik maupun buruk. Namun apa yang Anda lakukan terhadap uang menentukan siapa diri Anda.

Sikap permisif mayoritas anak bangsa saat ini yang begitu sangat mentolerir perilaku koruptif, semacam suap sudah sangat akut.

Sebut saja dari urusan kecil kasus di jalan raya, masih banyak yang berperilaku praktis, lebih baik menyuap polisi lalu lintas daripada mengikuti proses hukum persidangan, hingga penyelesaian berbagai urusan birokrasi lainnya.

Semoga peristiwa ini menjadi asbab bagi Karomani dan banyak Karomani lainnya untuk mendapatkan hidayah, titik balik menuju jalan yang benar.

Idealnya untuk bertobat dan menjadi baik tidak mesti dan harus melalui tahapan berurusan dengan hukum dan penjara.

Semoga beliau dan orang-orang yang sedang menjalani proses kehidupan mendapatkan pencerahan dari balik penjara dan kemudian menjadi naik kelas secara spiritual yang akan membimbing mereka kepada jalan kebaikan.

Meskipun kemudian tidak semua orang dapat memetik hikmah dari rangkaian peristiwa yang terjadi atas diri mereka atau yang terjadi di permukaan alam semesta ini.

Banyak kalangan yang kemudian menghujat dan lain sebagainya dan kadangkala menjadi nampak lebih bersih untuk tidak menyebut sebagai paling bersih.

Setiap anak manusia pastilah berlumuran salah dan dosa baik yang berdimensi personal maupun sosial.

Kalaupun seseorang nampak baik-baik saja kadangkala lebih merupakan sedang mendapat perlindungan dari Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa dengan ditutupi aib-aibnya.

Hanya baginda Nabi Muhammad SAW sajalah yang mendapatkan garansi terpelihara dari salah dan dosa.

Agenda penting

Beberapa hal yang menurut saya menjadi agenda penting terkait dengan akutnya perilaku koruptif ini.

Pertama, perbaikan sistem. Seseorang yang paling taat dan shalih sekalipun akan berpotensi menjadi tidak baik ketika berada dalam sebuah sistem yang longgar apalagi rusak.

Demikian juga, seorang bandit dan penjahat insya Allah akan menjadi baik ketika berada dalam sebuah tatanan (sistem) yang baik, ketat dan mengedepankan transparansi.

Pertanyaan kemudian adalah bagaimana melahirkan sistem yang baik? Sistem yang baik hanya akan dilahirkan oleh orang-orang baik dan berintegritas.

Tentu kemudian orang-orang tersebut adalah yang diberikan kewenangan untuk membuat sistem atau aturan dan dalam spektrum luas adalah konstitusi dan regulasi.

Inilah makna lebih dalam dari nilai yang terkandung dalam sila keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Negeri ini akan menjadi baik ketika dipandu (dipimpin) oleh sebuah sistem yang dibangun berdasarkan hikmat/kebijaksanaan (wisdom).

Tentu saja sistem yang demikian hanya dapat dilahirkan dari orang-orang yang memiliki hikmah/kebijaksanaan (wisdom) atau yang generasi milenial menyebut sebagai orang yang wise.

Kedua, hentikan pendidikan antikorupsi (PAK). Tentu ini lebih kepada aspek teknis operasional.

Narasi yang dibangun secara berlebihan akan mengendap dalam pikiran bawah sadar sehingga menjadi database yang akan memengaruhi perilaku kehidupan seseorang.

George A. Miller, seorang Cognitive Psychologist dari Princeton University tahun 1956 mengemukakan bahwa pikiran sadar manusia hanya memberikan peran 10 persen kehidupan kita. Sisanya 90 persen dikendalikan oleh pikiran bawah sadar (Agus Setiawan, 2017).

Apa yang ingin saya tegaskan adalah bahwa untuk membentuk mental yang baik tidak harus memproduksi berlebihan narasi tentang korupsi.

Lebih baik, misalnya, Pendidikan Antikorupsi itu kemudian diganti dengan Pendidikan Integritas (PI) atau Pendidikan Karakter (PK) saja.

Tentu hal demikian tidak secara teknis saja, namun perlu diskusi lebih lanjut dari perspektif filosofis, psikologi dan terutama dari pendekatan neuroscience.

Terakhir, ketiga, dan menurut saya menjadi sangat penting untuk tidak mengatakan hal yang paling penting, adalah eksekusi atas kejahatan para perampok uang negara yang notabene uang rakyat ini.

Eksekusi tersebut dengan mengambil (merampas) hasil kejahatan mereka dan diberikan secara langsung kepada rakyat miskin melalui lembaga yang terpercaya.

Apabila perlu dibentuk secara khusus dengan legal untuk mendistribusikannya secara amanah dan akuntabel.

Mengapa hal ini penting? Tentu tanpa bermaksud memberikan kecurigaan yang berlebihan, boleh jadi jika dikembalikan kepada kas negara siapa yang dapat menjamin bahwa uang tersebut tidak dikorupsi lagi?

Selama ini hukuman bagi koruptor tidak menghasilkan efek jera. Dengan hasil kejahatannya yang tidak dieksekusi secara optimal mereka masih dapat melakukan banyak hal dan bahkan tidak sedikit mereka yang kemudian aktif kembali dalam dunia politik.

Adalah menjadi hak setiap anak manusia untuk berubah menjadi lebih baik atau bertransformasi menjadi apapun. Namun pertanyaannya, apakah kemudian proses kehidupan di penjara membuat mereka menjadi lebih baik atau justru lebih canggih kejahatannya? Wallahu A’lam bish-shawab.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com