Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jimmy Jeniarto
Dosen

Dosen freelance pada mata kuliah Logika dan Etika

Sambo, Kode Etik dan Rasa Etika Publik

Kompas.com - 16/08/2022, 08:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hal berbeda jika peristiwa pembunuhan dilakukan oleh rakyat biasa, tanpa mengecilkan arti rakyat biasa sebagai manusia. Polisi adalah bagian dari kekuasaan politik.

Membenarkan tidak diungkapkannya di publik atas motif pembunuhan Joshua dengan alasan masalah pribadi yang sensitif adalah cara berpikir yang bisa berbahaya. Ada akuntabilitas penyelenggaraan negara yang dikorbankan.

Ada kemungkinan akan ditiru oleh aparatur-aparatur negara yang lain (tidak mesti polisi) ketika melakukan kejahatan.

Bisa dijadikan dalih untuk menutupi motif yang sebenarnya, yang mungkin saja berkaitan dengan kejahatan lebih besar menyangkut ekonomi-politik, korupsi, kejahatan kemanusiaan (HAM) dll, yang dilakukan oleh alat-alat negara dan pemegang kekuasaan politik.

Rasa ingin tahu banyak orang tentang motif perbuatan Sambo tidak semata karena rasa ingin tahu masalah pribadi Sambo. Banyak orang menyadari peristiwa Sambo-Joshua ini terjadi pada aparat negara.

Di satu sisi, masyarakat berhak khawatir nasib mereka sendiri jika banyak aparat negara bisa berbuat seperti Sambo.

Di sisi lain, masyarakat berhak mengontrol negara dan segala perangkatnya, termasuk lembaga kepolisian. Ini adalah bagian dari perasaan moral masyarakat.

Revolusi Perancis di abad 18 yang memenggal kepala Raja Louis XVI bukan didorong oleh aspek legal, melainkan didorong oleh perasaan moral rakyat Perancis.

Reformasi 1998 yang melengserkan Soeharto tidak didorong oleh aspek legal, melainkan didorong oleh perasaan moral rakyat Indonesia. Jangan meremehkan perasaan moral publik.

Saat ini, salah satu hasil perkembangan teknologi yang sangat ditakuti adalah autonomous weapons. Mesin pembunuh yang bekerja dengan AI (Kecerdasan Buatan).

Jikapun tidak bisa dihentikan, maka perlu diupayakan menjadikan autonomous weapons semakin mendekati sentient and conscious being, agar bisa melakukan keputusan moral (ukuran manusia) yang tepat sesuai konteks.

Mungkin kode etik profesi di dunia kepolisian dan militer juga akan menyusulnya, semisal pandangan terhadap hierarkhi komando, termasuk aturan perintah jabatan. Berkaitan dengan soal kebebasan dan tanggung jawab.

Agar setiap anggota polisi atau militer bisa membuat keputusan moral sesuai konteks. Karena bagaimanapun juga, mereka adalah manusia, bukan mesin sebagaimana autonomous weapons.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com