Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Agung Sebut Surya Darmadi Terima Surat Panggilan Pemeriksaan di Singapura

Kompas.com - 15/08/2022, 15:40 WIB
Irfan Kamil,
Aryo Putranto Saptohutomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung St Burhanuddin menyatakan tersangka kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan di Provinsi Riau, Surya Darmadi, sempat menerima surat panggilan pemeriksaan yang dikirimkan saat dia berada di Singapura.

"Kami melakukan pemanggilan atas tersangka itu di Singapura, dan suratnya diterima oleh tersangka," kata Burhanuddin dalam jumpa pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (15/8/2022).

Setelah menerima surat panggilan pemeriksaan itu, kata Burhanuddin, Surya kemudian menyampaikan permohonan untuk menyerahkan diri.

"Maka tersangka mengajukan permohonan menyerahkan diri kepada kami, tetapi kami tidak tahu di mana tersangka itu berada tapi pada waktu pemanggilan ada di Singapura," ujar Burhanuddin.

Burhanuddin mengatakan, 2 hari lalu kuasa hukum Surya Darmadi kemudian berkoordinasi dengan penyidik Kejaksaan Agung dan menyatakan kliennya berada di Taiwan.

Baca juga: Kejagung Tahan Surya Darmadi, Buron Mega Korupsi Rp 78 T

Surya kemudian terbang dari Taiwan menggunakan pesawat maskapai China Airlines dan tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, pada pukul 13.20 WIB.

Dia langsung dijemput tim penyidik Kejaksaan Agung untuk diperiksa dan ditahan.

Kejaksaan Agung menetapkan Surya yang merupakan Pemilik PT Duta Palma Group atau Darmex Agro Group sebagai tersangka dugaan korupsi penyerobotan lahan seluas 37.095 hektar di wilayah Provinsi Riau.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, Surya Darmadi diduga melakukan korupsi dalam penyerobotan lahan melalui PT Duta Palma Group.

Dugaan korupsi itu diduga dilakukan bersama-sama dengan beserta mantan Bupati Indragiri Hulu (Inhu) periode 1999-2008, Raja Thamsir Rachman.

Sedangkan menurut Burhanuddin, Raja Thamsir Rachman pernah secara melawan hukum menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan di Indragiri Hulu atas lahan seluas 37.095 hektar kepada 5 perusahaan milik PT Duta Palma Group.

Kelima perusahaan yang dimaksudkannya itu yakni PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, dan PT Kencana Amal Tani.

Baca juga: Jaksa Agung: Surya Darmadi Gunakan China Airlines dari Taiwan

Burhanuddin menyebutkan, Surya Darmadi mempergunakan izin usaha lokasi dan izin usaha perkebunan tanpa izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan serta tanpa adanya hak guna usaha dari Badan Pertanahan Nasional.

Bahkan, PT Duta Palma Group sampai dengan saat ini tidak memiliki izin pelepasan Kawasan Hutan dan HGU serta tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan pola kemitraan sebesar 20 persen dari total luas areal kebun yang di dikelola sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007.

"Telah membuka dan memanfaatkan kawasan hutan dengan membuka perkebunan kelapa sawit dan memproduksi sawit yang menimbulkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara," kata Burhanuddin.

Menurut Ketut Sumedana, Surya Darmadi juga menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara itu.

Dalam perkara dugaan korupsi, Raja dan Surya dikenakan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, Surya juga disangkakan melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan TPPU.

Baca juga: Kejagung Koordinasi dengan KPK Terkait Penanganan Kasus Surya Darmadi

Menurut Burhanuddin, kerugian yang dialami negara akibat dugaan korupsi yang dilakukan Surya Darmadi dan Raja Thamsir Rachman diperkirakan mencapai Rp 78 triliun.

Jika terbukti di pengadilan, maka nilai korupsi yang dilakukan Surya Darmadi itu tercatat sebagai yang terbesar di Indonesia.

Surya Darmadi yang kerap disapa Apeng juga tersandung kasus suap revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan (Kemenhut) pada 2014 yang ditangani KPK.

Dalam proses penyidikan, Surya Darmadi menyuap mantan Gubernur Riau Annas Maamun sebesar Rp 3 miliar melalui perantara Gulat Medali Emas Manurung.

Tujuannya adalah supaya Annas mengajukan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kemenhut.

Baca juga: KPK Pastikan Kasus Dugaan Suap Surya Darmadi Diusut Hingga Persidangan

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sudah menjatuhkan vonis kepada Annas dan Gulat dalam perkara itu.

KPK sempat memeriksa Surya dalam perkara itu. Bahkan lembaga antirasuah itu juga pernah mengajukan pencegahan kepada Imigrasi supaya Surya tidak bisa bepergian sejak 5 November 2014.

Akan tetapi, Surya diduga kabur untuk menghindari proses hukum. Alhasil, KPK menetapkan Surya Darmadi sebagai buronan sejak 2019.

(Penulis : Rahel Narda Chaterine | Editor : Dani Prabowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Sedih SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Surya Paloh Sedih SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com