Kemudian, dapat pula menjabat di Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik Nasional, dan Mahkamah Agung.
Penempatan itu didasarkan atas permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintahan nondepartemen serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen dimaksud.
Adapun pengangkatan dan pemberhentian jabatan bagi prajurit dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi departemen dan lembaga pemerintah non departemen yang bersangkutan.
Sejak muncul ke permukaan, usulan perwira TNI aktif masuk ke pemerintahan ini dikritik banyak pihak.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Dave Laksono misalnya, menilai bahwa gagasan itu perlu banyak pertimbangan.
Baca juga: Usul Luhut Perwira TNI Masuk Kementerian, Mesti Dibatasi dan Perjelas Aturan Main
Sebab, jika terealisasi, kemungkinan besar terjadi dwifungsi ABRI yang tidak sesuai semangat reformasi.
"Kita harus menjaga semangat reformasi agar tidak sampai kita kembali ke era sebelumnya di mana ada dwifungsi ABRI," kata Dave saat dihubungi Kompas.com, Senin (8/8/2022).
Politisi Partai Golkar itu mengatakan, yang kini dibutuhkan di kementerian/lembaga adalah sikap dan kemampuan profesional dalam bertugas.
"Yang paling penting harus tetap dijaga adalah supremasi sipil dalam menjalankan roda pemerintahan dan roda demokrasi agar benar-benar hidup berjalan di Indonesia," ujarnya.
Sementara, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai bahwa wacana tersebut memperlihatkan negara mendiamkan pikiran Orde Baru (Orba).
"Usul dari LBP (Luhut Binsar Pandjaitan) menunjukkan bahwa ternyata negara mendiamkan pikiran orbais di tataran pejabatnya,” kata Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Anandar kepada Kompas.com, Senin (8/8/2022).
Baca juga: Luhut Usul TNI Bisa Jabat di Kementerian, Anggota DPR: Jangan Sampai Kembali ke Dwifungsi ABRI
Menurut Rivanlee, Presiden Jokowi perlu menegur sekaligus “membersihkan” para pejabat dari pikiran Orba. Penting bagi para pejabat fokus bekerja menyejahterakan rakyat.
Selain itu, Rivanlee menilai, usulan yang disampaikan Luhut juga menunjukkan kegagalan para pejabat dalam mengidentifikasi masalah di tubuh TNI, seperti banyaknya perwira yang nonjob.
Alih-alih melakukan evaluasi mendalam, ide yang dicetuskan justru membuka kembali keran dwifungsi TNI.
Menurut Rivanlee, penempatan perwira aktif TNI di pemerintahan membawa banyak konsekuensi. Misalnya, penentuan posisi pada jabatan sipil tertentu bukan lagi berlandaskan kualitas seseorang, melainkan hanya dari kekuatan semata.