Benang merah
Ditetapkannya Bharada E dan Brigadir RR sebagai tersangka setidaknya memperlihatkan adanya benang merah soal rekayasa kematian Brigadir J. Rekayasa itu diduga kuat berasal dari lingkaran Irjen Ferdy Sambo.
Hal ini terlihat dari profesi dua tersangka yang sudah ada dan juga pelanggaran etik yang ditemukan Polri.
Untuk diketahui, Bharada E dan Brigadir RR adalah sopir dan ajudan istri Ferdy Sambo.
Jika Bharada E mengaku diperintah oleh atasan saat menembak Brigadir J, belum diketahui pasti motif yang dimiliki Brigadir RR.
Berbeda dengan Bharada E yang ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal 338 KUHP (pembunuhan), Brigadir RR menghadapi ancaman hukuman yang lebih berat karena dijerat pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana).
Jika penyidik meyakini bahwa tewasnya Brigadir J adalah sebuah pembunuhan terencana, maka ada pihak yang mengatur skenario membuat Brigadir J seolah-olah tewas dalam baku tembak.
Masih ada benang merah yang terputus dalam peristiwa ini.
Namun, Polri sudah menelusuri anggota-anggota polisi yang pertama kali "mengurus" perkara ini. Disinyalir, ada ketidakprofesionalan yang dilakukan hingga membuat kasus ini menjadi kabur.
Baca juga: Keberanian Kapolri adalah Kunci
Tak butuh waktu lama, Polri akhirnya menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan sejumlah perwira.
Salah satunya adalah Irjen Ferdy Sambo yang akhirnya dicopot dari jabatan Kadiv Propam Polri. Menurut tim Itsus Polri, Ferdy Sambo diduga mengambil rekaman CCTV yang menjadi bukti krusial kematian Brigadir J.
Atas tindakannya itu, Ferdy Sambo kini ditempatkan di Mako Brimob. Belum diketahui pasti motif Ferdy Sambo mengambil rekaman CCTV itu.
Total ada 25 perwira tinggi hingga bintara yang diperiksa intensif oleh Itsus Polri karena dugaan pelanggaran kode etik itu.
Mereka yang diperiksa berasal dari satuan yang sama dengan Ferdy Sambo yakni Divpropam Polri, lainnya dari Polres Metro Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya.