Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Puzzle" yang Tersisa dari Kematian Brigadir J, Siapa Sang Dalang Pembunuhan Berencana?

Kompas.com - 09/08/2022, 11:26 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Dugaan rekayasa kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J semakin kuat mengemuka. Satu per satu kepingan fakta kasus ini mulai dibuka dan terlihat benang merahnya. 

Kronologi awal yang disampaikan polisi pada 11 Juli berkembang jauh berbeda. Hal ini dikuatkan dengan perubahan keterangan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, salah satu tersangka, yang mengubah keterangannya di hadapan penyidik.

Jika sebelumnya Bharada E mengaku sebagai pelaku tunggal yang menembak Brigadir J hingga tewas, keterangan itu kini berubah.

Bharada E mengaku diperintah atasan untuk membunuh Brigadir J.

Baca juga: Mengurai Alibi Brigadir RR di Kasus Brigadir J, Sandiwara atau Fakta?

Demikian pula dengan penyidik Polri yang bekerja di bawah tim khusus pimpinan Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto.

Penyidik tak berhenti pada penetapan tersangka Bharada E. Fakta selanjutnya, mengantarkan kepingan kasus ini menjerat nama-nama lainnya termasuk, Brigadir Ricky Rizal (Brigadir RR).

Brigadir RR ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Tersangka dipastikan akan terus bertambah mengingat masih ada 25 orang perwira tinggi hingga bintara yang diproses etik oleh Inspektorat Khusus Polri. 

Baca juga: Pengacara Ungkap Alasan Bharada E Tak Tolak Perintah Atasan Saat Disuruh Menembak Brigadir J

Lantaran kasusnya bukan lagi baku tembak, melainkan pembunuhan berencana, diyakini ada tokoh penting yang memiliki kuasa hingga menggerakkan Bharada E dan juga Brigadir RR.

Menko Polhukam Mahfud MD yang sejak awal mencium adanya kejanggalan dalam kasus ini memastikan Polri bakal mengungkap auktor intelektual pembunuhan Brigadir J.

Perintah atasan dan rekayasa proyektil

Keterangan Bharada E membuat kejanggalan-kejanggalan yang muncul akhirnya terjawab, meski harus dibuktikan lebih lanjut oleh aparat kepolisian.

Salah satunya adalah soal sosok di balik pembunuhan Brigadir J.

Pengacara tersangka Richard Eliezer, Deolipa Yumara, mengungkapkan kliennya diperintah atasannya untuk membunuh Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

Hal ini diketahui Deolipa berdasarkan keterangan Bharada E saat diperiksa di Bareskrim Polri, Jakarta, Sabtu (6/8/2022).

Ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E (kiri) berjalan memasuki ruangan saat tiba di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (26/7/2022). Kedatangan Bharada E tersebut untuk dimintai keterangan terkait insiden baku tembak dengan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J yang terjadi pada Jumat (8/7) lalu di rumah dinas Kepala Divisi Propam Polri nonaktif Irjen Pol. Ferdy Sambo. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nym.(ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat) Ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E (kiri) berjalan memasuki ruangan saat tiba di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (26/7/2022). Kedatangan Bharada E tersebut untuk dimintai keterangan terkait insiden baku tembak dengan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J yang terjadi pada Jumat (8/7) lalu di rumah dinas Kepala Divisi Propam Polri nonaktif Irjen Pol. Ferdy Sambo.

Deolipa pun menegaskan bahwa atasan yang dimaksud yakni atasan langsung dari Bharada E.

Meski demikian, Deolipa tak menyampaikan lebih detail siapa sosok atasan langsung yang dimaksud.

“Ya dia diperintah oleh atasannya. Perintahnya untuk melakukan tindak pidana pembunuhan,” kata Deolipa saat dikonfirmasi, Minggu (7/8/2022).

Menurut Deolipa, alasan kliennya tak menolak perintah itu karena di kepolisian Bharada E merupakan seorang bawahan.

Baca juga: Pengacara Bharada E Sebut Tembakan ke Dinding Rumah TKP Kasus Brigadir J untuk Rekayasa

Sehingga, sebagai seorang bawahan, Bharada E harus patuh terhadap perintah atasannya.

"Ya namanya kepolisian dia harus patuh perintah sama atasan. Kita juga kalau jadi karyawan patuh perintah sama pimpinan kita kan sama saja lah," ujar Deolipa.

Selain itu, Bharada E juga mengaku tak ada baku tembak dalam peristiwa tewasnya Brigadir J.

"Tidak ada memang. Kalau informasi tidak ada baku tembak. Pengakuan dia tidak ada baku tembak," ujar kuasa hukum Bharada E lainny, Muhammad Boerhanuddin saat dihubungi, Senin (8/8/2022).

Boerhanuddin mengeklaim, tembakan yang diletuskan dari pistol Brigadir J hanya untuk membuat seolah-olah terjadi peristiwa baku tembak.

Baca juga: Kinerjanya Disorot dalam Kasus Brigadir J, Apa Tugas dan Wewenang Kompolnas?

 

Tembakan dari senjata Brigadir J diarahkan ke dinding di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) penembakan.

"Menembak itu dinding arah-arah itunya," ucap dia.

Menurut keterangan polisi pada 11 Juli, saat baku tembak terjadi, Brigadir J memuntahkan 7 peluru yang tak satu pun mengenai Bharada E. Sementara, Bharada E disebut melepaskan 5 peluru ke Brigadir J.

Penembakan disebut dipicu oleh dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

Hingga kini, dugaan pelecehan seksual itu masih belum terbukti. Komnas HAM bersama Komnas Perempuan juga turut andil untuk membuktikan dugaan pelecehan seksual yang menjadi pemicu penembakan terhadap Brigadir J itu.

Sementara polisi belum memberikan informasi berarti soal dugaan pelecehan seksual itu.

Merespons pengakuan pihak Bharada E terbaru, pihak Polri menyatakan akan mengungkap kasus tersebut jika penyidikan yang dilakukan timsus tuntas.

Menurut Dedi, nantinya tim khusus yang dibentuk Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu akan menyampaikan semuanya berdasarkan pembuktian ilmiah.

“Tunggu timsus kerja tuntas dulu,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Senin.

Putri Chandrawati (baju batik), istri mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, mendatangi Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Minggu (7/8/2022) petang. Putri datang bersama anak dan kuasa hukumnya, Arman Hanis.KOMPAS TV Putri Chandrawati (baju batik), istri mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, mendatangi Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Minggu (7/8/2022) petang. Putri datang bersama anak dan kuasa hukumnya, Arman Hanis.

Benang merah

Ditetapkannya Bharada E dan Brigadir RR sebagai tersangka setidaknya memperlihatkan adanya benang merah soal rekayasa kematian Brigadir J. Rekayasa itu diduga kuat berasal dari lingkaran Irjen Ferdy Sambo.

Hal ini terlihat dari profesi dua tersangka yang sudah ada dan juga pelanggaran etik yang ditemukan Polri.

Untuk diketahui, Bharada E dan Brigadir RR adalah sopir dan ajudan istri Ferdy Sambo.

Jika Bharada E mengaku diperintah oleh atasan saat menembak Brigadir J, belum diketahui pasti motif yang dimiliki Brigadir RR.

Baca juga: 2 Tersangka Pembunuhan Brigadir J: Brigadir RR Terancam Hukuman Mati, Bharada E Bisa Kena 15 Tahun Penjara

Berbeda dengan Bharada E yang ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal 338 KUHP (pembunuhan), Brigadir RR menghadapi ancaman hukuman yang lebih berat karena dijerat pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana).

Jika penyidik meyakini bahwa tewasnya Brigadir J adalah sebuah pembunuhan terencana, maka ada pihak yang mengatur skenario membuat Brigadir J seolah-olah tewas dalam baku tembak.

Masih ada benang merah yang terputus dalam peristiwa ini.

Namun, Polri sudah menelusuri anggota-anggota polisi yang pertama kali "mengurus" perkara ini. Disinyalir, ada ketidakprofesionalan yang dilakukan hingga membuat kasus ini menjadi kabur.

Baca juga: Keberanian Kapolri adalah Kunci

Tak butuh waktu lama, Polri akhirnya menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran etik yang dilakukan sejumlah perwira.

Salah satunya adalah Irjen Ferdy Sambo yang akhirnya dicopot dari jabatan Kadiv Propam Polri. Menurut tim Itsus Polri, Ferdy Sambo diduga mengambil rekaman CCTV yang menjadi bukti krusial kematian Brigadir J.

Atas tindakannya itu, Ferdy Sambo kini ditempatkan di Mako Brimob. Belum diketahui pasti motif Ferdy Sambo mengambil rekaman CCTV itu.

Total ada 25 perwira tinggi hingga bintara yang diperiksa intensif oleh Itsus Polri karena dugaan pelanggaran kode etik itu. 

Mereka yang diperiksa berasal dari satuan yang sama dengan Ferdy Sambo yakni Divpropam Polri, lainnya dari Polres Metro Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya.

Potret Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo bersama para ajudan.TRIBUN/ISTIMEWA Potret Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo bersama para ajudan.

Auktor intelektual dan kode senyap

Menko Polhukam Mahfud MD mengamini kemungkinan ada auktor intelektual dalam perkara tewasnya Brigadir J yang akan dijerat polisi.

Sejak awal, Mahfud sudah mencium adanya keanehan dalam perkara yang disebutnya "bukan kriminal biasa" itu.

"Itu nanti akan menjangkau ke yang lebih jelas lagi perannya apakah auktor intelektual ataukah eksekutor begitu dan perkembangannya sebenarnya cepat lho untuk kasus seperti itu," ujar Mahfud di Istana Kepresidenan kemarin.

Baca juga: Ayah Brigadir J Audiensi dengan Mahfud MD

Mahfud berpendapat, kinerja Polri dalam mengusut kasus ini tidak buruk karena sudah menetapkan dua tersangka dan sejumlah pejabat tinggi Polri pun sudah diproses secara etik.

Pengungkapan kasus ini, lanjut Mahfud, menghadapi tantangan karena terjadi di lingkungan yang memiliki code of silence atau kode keheningan serta hambatan psikologis secara hierarki maupun politis.

"Sekarang sudah (ada) tersangka, kemudian pejabat-pejabat tingginya sudah bedhol deso, saya kira yang dilakukan oleh Kapolri itu tahapan-tahapannya dan kecepatannya cukup lumayan, tidak jelek banget," ujar Mahfud.

Baca juga: Kapolri Umumkan Tersangka Baru Kasus Pembunuhan Brigadir J Sore Ini

Selain itu, Mahfud juga mengatakan bahwa peristiwa yang terjadi di rumah Irjen Ferdy Sambo awalnya dinyatakan sebagai kasus baku tembak, namun sekarang dinyatakan sebagai pidana pembunuhan.

"Dulu kan katanya tembak menembak, sekarang enggak ada tembak menembak. Yang ada sekarang pembunuhan," tegasnya.

Dia melanjutkan, setelah ditelusuri lebih lanjut mengenai siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut, akhirnya ditemukan dugaan keterlibatan sejumlah orang. Sehingga, menurut Mahfud, kasus ini mulai terbuka.

"Langkah-langkahnya (Kapolri) kan sudah terukur dan bisa dipertanggungjawabkan menurut saya. Itu kebaikan Kapolri ke depan," katanya.

Psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel, mengungkapkan, budaya code of silence atau kode senyap seperti disinggung Mahfud itu cukup kental di institusi Polri. Kode senyap itu adalah budaya menutupi kesalahan rekan sejawat.

”Saat kasus ini mengemuka, muncul di hati saya bahwa ada code of silence merayap di institusi Polri. Ada kelompok atau geng di Polri yang berusaha menyimpangkan agar kasus tidak obyektif dan tuntas,” ucap Reza seperti dikutip dari Kompas.id.

Oleh karena itu, menurut Reza, komitmen dan soliditas Polri saat ini diuji untuk mengungkap kasus ini secara terang.

Tersangka baru

Dalam BAP terbarunya, Bharada E menjabarkan secara gamblang nama-nama lain yang terlibat dalam kematian Brigadir J. Hal ini dilakukan Bharada E lantaran dirinya sempat tertekan saat membuat pernyataan yang disebut tak sesuai dengan faktanya. 

Akhirnya, setelah berganti kuasa hukum, Bharada E bisa lebih tenang dan bersedia menjadi justice collaborator. 

Polisi pun bergerak cepat, kemarin, Mahfud mengungkap bahwa sudah ada tiga tersangka yang ditetapkan Polri dalam kasus tewasnya Brigadir J. Artinya, ada satu tersangka baru.

Namun, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan, timsus akan menggelar ekspose atau gelar perkara terkait penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

Agus pun berharap agar kasus tewasnya Brigadir J dituntaskan. Menurut dia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang juga akan mengumumkan hasilnya.

"Tunggu ekspose besok (hari ini) ya," kata Agus.

Akankah ekspos kasus hari ini akan menjerat sang dalang pembunuhan berencana?

Hal ini masih menjadi puzzle lain yang harus diungkap Polri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com