Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Peristiwa Kudatuli: Saat Konflik Partai Berujung Kerusuhan Mencekam

Kompas.com - 27/07/2022, 14:29 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari ini, 26 tahun yang lalu, tepatnya 27 Juli 1996, dunia perpolitikan Indonesia mencatatkan sejarah kelam.

Suasana kaos lantaran massa bentrok dan saling serang di kawasan Jalan Diponegoro dan Jalan Salemba di Jakarta Pusat. Kobaran api merah menyala di beberapa titik, menyebabkan situasi kian mencekam.

Berangkat dari konflik dualisme Partai Demokrasi Indonesia (PDI), inilah yang disebut peristiwa Kudatuli atau kerusuhan dua puluh tujuh Juli.

Baca juga: Kenang 26 Tahun Kudatuli Saat Kantor PDI Diserang, Hasto: Titik Sangat Gelap dalam Demokrasi

Duduk perkara

Jauh sebelum peristiwa Kudatuli terjadi, Megawati Soekarnoputri bergabung dengan PDI pada 1987. Saat itu, partai tersebut dipimpin oleh Soerjadi.

Rupanya, kehadiran Megawati berhasil mendongkrak elektabilitas PDI. Sebelumnya, PDI selalu menjadi partai buntut di pemilu dengan perolehan suara tak lebih besar dari Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Popularitas Megawati terus memelesat. Ini membuat Soerjadi merasa terancam dan ketar-ketir.

Baca juga: Cerita Hasto Saat Peristiwa Kudatuli: Saya Masih Kerja di BUMN, Hanya Bisa Melihat

Diberitakan Harian Kompas edisi 23 Juli 1993, tiga tahun sebelum peristiwa Kudatuli, Soerjadi kembali terpilih sebagai Ketua Umum PDI.

Namun, jalan Soerjadi untuk kembali duduk di tahta tertinggi partai tersendat lantaran dia diterpa isu penculikan kader.

Atas dugaan itulah, PDI menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya.

Kekhawatiran Soerjadi pun menjadi nyata. Dari KLB tersebut, Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Putri Proklamator Soekarno itu berhasil merebut kursi pimpinan partai dari Soerjadi.

Terpilihnya Megawati itu dikukuhkan dalam Musyawarah Nasional (Munas) yang digelar di Jakarta pada 22 Desember 1993. Megawati resmi menjabat Ketua Umum PDI periode 1993-1998.

Namun, baru 3 tahun berjalan, PDI menggelar Kongres di Medan. Lewat kongres yang digelar 22 Juni 1996 itu, Soerjadi dinyatakan sebagai ketua umum PDI masa jabatan 1996-1998.

Dari situlah, lahir dualisme kepemimpinan, menghadapkan Megawati dengan Soerjadi.

Sementara, pemerintah melalui Kepala Staf Sosial Politik ABRI saat itu, Letjen Syarwan Hamid, mengakui Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI hasil Kongres Medan pimpinan Soerjadi.

Walhasil, hasil Munas Jakarta tak dianggap. Kepemimpinan Megawati tidak diakui.

Baca juga: Profil PDI Perjuangan, dari Kudatuli sampai Pemenang Pemilu

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com