JAKARTA, KOMPAS.com - Tak terbayangkan oleh siapa pun nama Abdurrahman Wahid bakal terpilih menjadi presiden.
Digambarkan oleh Greg Barton dalam bukunya berjudul Biografi Gus Dur, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) itu terpilih sebagai orang nomor satu RI secara mengejutkan.
Terpilihnya Gus Dur sebagai presiden pun dibumbui drama panjang yang menyeret sejumlah nama besar seperti BJ Habibie hingga Megawati Soekarnoputri.
Inilah detik-detik lahirnya pemimpin besar yang hingga kini namanya tak pernah mati, Abdurrahman Wahid.
Baca juga: Pertengkaran Gus Dur dengan Megawati dan Politik Nasi Goreng
Seisi ruangan sidang terkejut ketika Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), lembaga tertinggi negara saat itu, menyatakan mosi tidak percaya terhadap BJ Habibie.
Habibie, presiden di masa transisi Orde Baru ke Reformasi, mendapat serangan dari hampir seluruh anggota MPR kala itu. Laporan pertanggungjawabannya dimentahkan.
Penolakan ini membuat Habibie mengurungkan niatnya maju sebagai presiden RI lagi.
Rabu, 20 Oktober 1999, sesaat sebelum Sidang Umum MPR digelar, Habibie mengumumkan keputusannya yang menggegerkan itu, mundur dari arena pencalonan.
Praktis, gelanggang pemilihan presiden menjadi milik berdua, antara Gus Dur yang mewakili Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Megawati Soekarnoputri yang memimpin PDI Perjuangan.
Baca juga: Surat Sakti Lurah Gambir yang Buat Gus Dur Tinggalkan Istana
Banyak pihak mengira pertarungan akan dimenangkan oleh Megawati. Sebabnya, selain suara PDI-P yang lebih besar dari PKB di pemilu, kondisi fisik Gus Dur ketika itu sudah payah.
Saat itu, PKB mendapat kurang dari 13 persen suara di pemilu. Sedangkan PDI-P memenangkan lebih dari sepertiga suara total.
Ketika pemilihan pun, Gus Dur sudah tak bisa melihat, untuk berjalan pun sulit. Selain itu, setahun sebelumnya, dia baru sembuh dari serangan stroke.
Namun, pemilihan terus berjalan, menghadapkan Gus Dur dan Megawati.
Saat awal penghitungan suara, seolah Megawati bakal unggul. Namun, ketika proses penghitungan sudah berjalan dua per tiga, masing-masing mengumpulkan 250 suara.
Selanjutnya, tampak suara Gus Dur terus merangkak naik, kian jauh meninggalkan Mega. Jalannya penghitungan suara pun berlangsung amat tegang.