Ia mengakui, sejak lama, ayahnya memang workaholic. Namun, dalam mengebut perjalanan dinas mancanegara ini, Gus Dur, kata Inayah, barangkali telah memahami bahwa waktunya sebagai presiden tidak akan lama.
Berbagai perubahan fundamental yang dilakukannya dengan menerobos sejumlah tabu politik membawa risiko besar bagi jabatannya.
Terbukti, sejarah mencatat, Gus Dur dilengserkan oleh proyek politik kekuatan-kekuatan lama yang merasa terancam oleh kebijakan-kebijakan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu.
"Kami tuh benar-benar sudah kecapekan banget (selama perjalanan luar negeri). Sementara itu, Bapak yang kayak, 'Ayo, mana nih, sudah mesti berangkat, nih!'. Staminanya enggak pernah turun," ungkap Inayah.
Setali tiga uang, Wahyu juga punya cerita senada. Ia langsung berpindah posisi duduk dan mengernyitkan dahi ketika dihadapkan pada pertanyaan, seberapa lelah menemani Gus Dur dinas mancanegara.
"Tujuh belas hari di 16 negara. Bayangin coba. Ada buku perjalannya masih saya simpan," kata dia.
Baca juga: Murka Gus Dur Kala Para Menteri Tolak Dekrit: Kalian Semua Banci!
"Pagi itu berangkat subuh dari Paris, saya masih ingat itu dari Hotel Nikko di Paris, hotel kecil, sarapan di Paris. Kemudian makan siang di Roma. Makan malam di Bonn. Kemudian besoknya itu ke Berlin sarapan," kenang Wahyu.
Dalam perjalanan yang dituding sebagai pemborosan uang negara itu, justru Gus Dur dkk "menjual" kursi kosong si pesawat kepresidenan yang kala itu menggunakan pesawat pabrikan Boeing.
"Boeing 747 kalau tidak salah. Isinya kan kira-kira 300-400 (kursi), hanya diisi presiden, perangkat kepresidenan, wartawan, pengamanan, paling hanya 100 orang," ujar Wahyu.
Menteri Luar Negeri saat itu, Alwi Shihab, disebut menawarkan agar sisa kursi dijual ke pengusaha yang ingin ikut serta. Uangnya masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Menurut catatan Wahyu, sedikitnya 85 pengusaha turut terbang bersama Gus Dur.
"Ada Aburizal Bakrie, ada Muryanti Soedibyo," kata Wahyu.
"Saya ingat itu 2.500 dolar per orang. Lumayan untuk mengurangi biaya avtur. Kan mahal itu perjalanan. Dia bayar 2.500 dolar itu untuk katakanlah biaya ganti pesawat aja, nebeng pesawat, tiket saja, tapi hotelnya, makanannya, akomodasi lainnya tanggung jawab masing-masing," tuturnya.
Baca juga: Cerita di Balik Celana Pendek Gus Dur Saat Menyapa Pendukungnya dari Istana
Wahyu berkisah, Gus Dur tak pernah kelelahan dalam menjalani misi ini. Yang ia ingat, Gus Dur yang doyan menjelajah kuliner justru pernah menegur Wahyu karena masih saja disuguhi nasi di negeri orang.
"Di luar negeri malah kadang saya tanya, ada evaluasi atau tidak, Gus, untuk makanan dari KBRI, makanan Nusantara," kata Wahyu.
"Dia ngomong, 'Jangan dikit-dikit nasi lagi, Yu, Yu. Kalau kita ke luar negeri, cari makanan khas di luar negeri itu, pikiranmu sego (nasi) saja," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.