Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aznil Tan
Direktur Eksekutif Migrant Watch

Direktur Eksekutif Migrant Watch

Moratorium Bukan Solusi Penyelesaian Pekerja Migran Indonesia

Kompas.com - 19/07/2022, 13:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KATA moratorium berasal dari bahasa Latin, morari yang berarti penundaan. Dalam bidang ekonomi, moratorium mengandung makna khusus, yakni otorisasi legal menunda pembayaran utang atau kewajiban tertentu selama batas waktu yang ditentukan.

Istilah ini juga sering digunakan dalam dunia pekerja migran Indonesia. Para pejabat pemerintah dalam menentukan penghentian sementara pengiriman (baca: penempatan) Pekerja Migran Indonesia ke suatu negara disebut moratorium.

Pertimbangannya karena negara penempatan tersebut tidak ramah atau menimbulkan masalah kepada Pekerja Migran Indonesia.

Sering kebijakan moratorium dibuat alasan heroik, yaitu menyangkut nasionalisme, azas pelindungan PMI, hak asasi manusia (HAM), dan masalah hukum tersandung pada PMI di negara penempatan yang mendapat perhatian nasional.

Moratorium diberlakukan pemerintah Indonesia agar negara penempatan menjamin perlindungan, pemberian hak-hak, dan hal lain yang diperlukan para pekerja migran Indonesia di negara tersebut.

Peristiwa moratorium paling bersejarah di dunia pekerja migran Indonesia atau dulu disebut TKI adalah pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

SBY menginstruksikan pelaksanaan moratorium atau penghentian sementera pengiriman tenaga kerja Indonesia sektor informal ke Arab Saudi, efektif per 1 Agustus 2011.

Diikuti tahun 2015, masa pemerintahan Presiden Joko Widodo melanjutkan pemberlakukan moratorium pengiriman pekerja migran pada negara-negara di Timur-Tengah dengan menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) Kemnaker Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Penggunaan Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah. Kepmen tersebut sampai artikel ini ditulis masih tetap berlaku.

Sebanyak 19 negara-negara di kawasan Timur-Tengah dilarang PMI bekerja pada penggunaan perseorangan, sedangkan pada pengguna perusahaan atau formal dibolehkan.

Dasar pertimbangan keluar Kepmen ini adalah banyak permasalahan yang menimpa TKI (baca: PMI) yang bekerja penggunaan perseorangan dan lemahnya jaminan perlindungan di negara-negara kawasan Timur-Tengah.

Memang nasib PMI di negara-negara Timur-Tengah terdapat catatan kelam menimpa PMI/TKI. Diperkirakan dari 10 PMI terdapat 2 kasus mengalami perbudakan, pelanggaran HAM, tindak kekerasan dan penyiksaan serta korban seksual yang dilakukan oleh majikan penggunaan perseorangan.

Puncaknya, ketika PMI/TKI dihukum mati di Arab Saudi, sehingga pemerintah mengambil kebijakan memberlakukan moratorium.

Update terbaru tentang moratorium ini adalah penghentian sementara penempatan PMI ke Malaysia baru-baru ini.

Pada 12 Juli 2022, KBRI di Kuala Lumpur merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat untuk melakukan moratorium semua sektor jabatan ke negara penempatan Malaysia.

Alasan pertimbangan, pihak Malaysia dinyatakan tidak patuh dengan isi yang ada di MoU dan masih meluluskan single entry visa masuk ke Malaysia.

Selain itu, alasan gaji PMI masih di bawah kesepakatan yang ada di MoU, yaitu sebesar RM 1500 yang sebelumnya RM 1200.

Sedangkan MoU tersebut disaksikan oleh Presiden Jokowi dengan PM Malaysia Dato' Sri Ismail Sabri Yaakob di Istana Merdeka pada 1 April 2022.

Sekarang pertanyaannya, benarkah moratorium sebuah solusi dalam menyelesaikan permasalahan PMI? Seberapa efektifkah moratorium menjadi alat perjuangan pemerintah untuk melindungi PMI ?

Apalagi kebijakan moratorium tersebut bisa jadi berantakan karena ego sektoral di masing-masing lembaga negara di mana moratorium bisa dilakukan sepihak oleh sebuah instansi pemerintahan.

Contoh, BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) bisa menghentikan pelayanan PMI sebagai pelaksana teknis.

Begitu juga KBRI di negara penempatan atau pemerintah daerah dengan membuat aturan sendiri sebagai daerah asal calon Pekerja Migran.

Hukum pasar suply dan demand

Sebagaimana diketahui motivasi seseorang bekerja keluar negeri adalah mencari nafkah, selain motivasi lainnya seperti mendapatkan pengalaman baru.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Karena keterbatasan kesediaan lapangan pekerjaan, maka bekerja keluar negeri menjadi pilihan bagi sebagian Warga Negara Indonesia untuk mencari nafkah.

Bekerja keluar negeri bukan hal yang diharamkan atau sebuah kehinaan bagi negara penyuplai pekerja migran.

Dari zaman dahulu, pekerja migran sudah terjadi. Dalam peradaban modern, dunia pekerja migran menjadi sebuah industri dalam memenuhi kebutuhan pasar ketenagakerjaaan, sehingga terbentuk hukum pasar, yaitu supply dan demand.

Simbiosis mutualisme antara negara penyuplai dengan negara penempatan akhirnya terjalin.

Negara penempatan butuh pekerja migran dari negara luar, karena negaranya krisis kependudukan atau sumber daya manusia. Seperti Jepang dari tahun ke tahun terus menurun.

Malaysia dan negara-negara kawasan Timur-Tengah pun butuh tenaga kerja dari luar untuk menyelamatkan penduduknya dan mengerakan roda ekonominya.

Karena itu, pada 18 Desember 1990, Majelis Umum PBB mengadopsi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.

Konvensi tersebut menjadi standar pelindungan pekerja migran bagi negara penempatan dan negara penyuplai. Sekaligus menjadi acuan para agency dalam melaksanakan bisnis jasa penyediaan tenaga kerja migran.

Ketika negara penyuplai melarang warga negaranya berangkat bekerja ke negara penempatan yang diberi sanksi moratorium, maka ekonomi kedua negara tersebut akan terganggu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com