Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Siasat di Balik Mundurnya Wakil Ketua KPK Lili Pintauli

Kompas.com - 12/07/2022, 09:43 WIB
Syakirun Ni'am,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan sidang dugaan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar gugur dan dihentikan disesalkan banyak pihak.

Mantan pimpinan dan penyidik KPK hingga pegiat antikorupsi menilai dugaan pelanggaran etik yang menjerat Lili tidak bisa berhenti begitu saja.

Mantan Ketua KPK Abraham Samad, misalnya, menyebut gratifikasi Lili terima sebagai dugaan tindak pidana.

“Lembaga KPK harus berinisiatif melakukan pemeriksaan pemeriksaan pelanggaran pidana (Lili), atau kalau tidak menyerahkan (penanganan) pelanggaran pidananya pada aparat penegak hukum lain,” kata Abraham pada Kompas.com, Senin (11/7/2022).

Baca juga: Teka-teki Mundurnya Lili Pintauli saat Nasibnya di KPK Hendak Diputuskan...

Abraham menganggap, sikap Dewas KPK yang menghentikan sidang kasus Lili membuat lembaga antirasuah itu menyembunyikan sesuatu dan melindungi Lili.

Sebagai pertanggungjawaban, menurut Abraham semestinya KPK mengusut dugaan gratifikasi itu.

“Kalau diperiksa kan (bisa) terungkap, di persidangan juga terungkap. Kalau dia (Lili) mundur (kasusnya) berhenti, ini tidak terungkap,” ujar Abraham.

Terpisah, mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan menyebut pengunduran diri Lili saat proses sidang etik berlangsung merupakan siasat untuk membuat dugaan pelanggaran yang dilakukannya kabur.

Novel bahkan mempertanyakan kemungkinan pejabat KPK lain yang terlibat dalam dugaan gratifikasi ini.

Baca juga: Pukat UGM Duga Lili Pintauli Mengundurkan Diri setelah Merasa Terpojok

"Tidak terungkapnya fakta lengkap pelanggaran, kemungkinan besar perbuatan Lili tidak dilakukan sendiri. Apakah ada pejabat KPK lain yang berbuat serupa?” kata Novel.

Novel juga mengkritik pernyataan Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan yang mengatakan pihaknya hanya berwenang menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik.

Menurut Novel, Dewas memiliki alasan untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran pidana yang Lili lakukan ke aparat penegak hukum (APH).

Bahkan, kata Novel, Pasal 108 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mewajibkan orang yang mengetahui tindak pidana melapor ke penyidik.

“Mestinya Dewas setelah mengetahui adanya dugaan TPK (tindak pidana korupsi), maka Dewas wajib untuk melaporkan kepada APH,” tutur Novel.

Baca juga: KPK Dinilai Melindungi jika Tak Usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli

Sementara itu, Juru Bicara IM 57 Institute, wadah mantan pegawai KPK yang diberhentikan, Hotman Tambunan menyebut Dewas tidak belajar dari kasus pelanggaran etik di 2019.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com