Pasal 4 Ayat 1 berbunyi, “Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat.”
Syarat poligami menurut hukum yang berlaku
Menurut UU Perkawinan, pengadilan hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
- istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri,
- istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidakdapat disembuhkan,
- istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, yakni:
- adanya persetujuan dari istri/istri-istri,
- adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka,
- adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
Persetujuan ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri/istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian.
Selain itu, persetujuan juga tidak dibutuhkan jika tidak ada kabar dari istrinya selama minimal dua tahun atau karena sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.
Baca juga: Sanksi bagi PNS yang Poligami Diam-diam
Secara garis besar, syarat poligami yang ada pada UU Perkawinan tertuang juga dalam KHI dan PP Nomor 45 Tahun 1990.
Namun, KHI menyebut, syarat utama untuk poligami adalah suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
Jika syarat utama ini tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri dari seorang.
Sementara itu, bagi PNS, ada juga syarat kumulatif yang seluruhnya harus dipenuhi, yaitu:
- ada persetujuan tertulis dari istri,
- PNS pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang istri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan,
- ada jaminan tertulis dari PNS yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.
Izin untuk beristri lebih dari seorang tidak akan diberikan jika:
- bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut PNS yang bersangkutan,
- tidak memenuhi syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif,
- bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
- alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat,
- ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.
Referensi:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.