UU Otsus masih diuji di MK
Revisi UU Otsus yang dinilai mencabut roh otonomi khusus Papua membuat MRP melayangkan judicial review beleid tersebut ke Mahkamah Konstitusi pada tahun yang sama.
Perkara itu terdaftar dengan nomor 47/PUU-XIX/2021. Beberapa pasal diuji di sana, antara lain Pasal 6 ayat (2), Pasal 6A, Pasal 28, Pasal 38, Pasal 59 ayat (3), Pasal 68A, termasuk Pasal 76 dan Pasal 77 terkait pemekaran.
Persidangan telah menuju akhir dengan masing-masing pihak yang berperkara telah menyerahkan dokumen kesimpulan kepada mahkamah, hanya menanti putusan Hakim Konstitusi.
Baca juga: 3 Provinsi Baru Hasil Pemekaran Papua, Cakupan Wilayah, dan Ibu Kotanya
DPR dan pemerintah dianggap tidak etis karena mempercepat pembahasan pemekaran Papua yang berpijak pada undang-undang yang masih diuji di MK.
“Ini akal sehatnya ada di mana? Saya berharap pihak eksekutif dan legislatif menimbang, menunggu kepastian hukum, baru proses hukum ini (pemekaran Papua) bisa dilaksanakan,” kata Ketua MRP Timotius Murib kepada Kompas.com, Selasa (24/5/2022).
Pemekaran Papua ditengarai membawa kepentingan elite.
Di tingkat pusat, pemekaran Papua bisa memperkuat kontrol Jakarta karena pembentukan provinsi anyar bakal dibarengi dengan penambahan pasukan, baik dari kepolisian maupun TNI.
Di tingkat lokal, para elite setempat akan memperoleh karpet merah menuju posisi-posisi yang bakal ada karena pembentukan provinsi baru.
Baca juga: 3 Provinsi Baru di Papua Disahkan, Bupati Puncak: Sejarah Peradaban
Simbiosis mutualisme kedua pihak tercermin dalam kajian yang dilakukan antropolog Universitas Papua I Ngurah Suryawan dalam disertasinya berjudul “Siasat Elite Mencuri Kuasa di Kabupaten Manokwari, Papua Barat” (2015).
Ia menjelaskan bagaimana elite-elite lokal turut berupaya melakukan serangkaian koordinasi dan lobi-lobi ke Jakarta guna memuluskan pemekaran wilayah di Papua.
“Ini (pemekaran wilayah) peluang yang diciptakan dan disadari negara, dimanfaatkan para elite (lokal Papua). Disadari betul oleh negara, bahwa (elite) Papua harus diberi ruang, diberi ‘mainan’, dikasih panggung,” kata Ngurah kepada Kompas.com (8/4/2022).