Penyelesaian sengketa di luar pengadilan umumnya dikenal dengan alternatif penyelesaian sengketa.
Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Definisi ini tertuang dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Dengan begitu, merujuk pada undang-undang ini, alternatif penyelesaian sengketa adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan.
Alternatif penyelesaian sengketa dibagi menjadi:
Hasil penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa dituangkan dalam kesepakatan tertulis yang dilaksanakan dengan iktikad baik para pihak bersengketa.
Penyelesaian sengketa nonlitigasi juga dapat dilakukan melalui lembaga arbitrase.
Menurut UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Dalam prosesnya, penyelesaian sengketa dengan arbitrase diputuskan oleh pihak ketiga yang disebut arbiter, yang ditunjuk secara bersama-sama oleh para pihak yang bersengketa.
Syarat utama bagi proses arbitrase, yakni kewajiban para pihak yang bersengketa membuat kesepakatan tertulis atau perjanjian arbitrase serta menyepakati hukum dan tata cara untuk penyelesaian sengketa mereka.
Berbeda dengan alternatif penyelesaian sengketa yang hasilnya tergantung pada iktikad baik pihak bersengketa, putusan arbitrase bersifat final, mempunyai kekuatan hukum tetap serta mengikat para pihak.
Jika para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah ketua pengadilan negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa.
Referensi: