JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Emirsyah Satar lagi-lagi terseret kasus hukum.
Emirsyah ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia.
"Sejak Senin 27 juni 2022, hasil ekspose kami menetapkan 2 tersangka baru yaitu ES (Emirsyah Satar) selaku Direktur Utama PT Garuda, kedua SS (Soetikno Soedarjo) selaku Direktur Mugi Rekso Abadi," kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (27/6/2022).
Kejagung memastikan, dugaan korupsi ini berbeda dari kasus yang sebelumnya diselidiki oleh KPK. Dalam kasus yang ditangani KPK, Emirsyah dan Soetikno menjadi terpidana kasus suap pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia.
Baca juga: Kejagung Tetapkan Emirsyah Satar Jadi Tersangka Baru Kasus Pengadaan Pesawat di Maskapai Garuda
Lantas, siapa sosok Emirsyah sebenarnya?
Emirsyah menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia selama 2005-2014.
Sebelumnya, dia dikenal sebagai ekonom Indonesia. Pria kelahiran Jakarta, 28 Juni 1959 itu merupakan sarjana lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI).
Baca juga: Emirsyah Satar Diduga Bocorkan Rencana Pengadaan Pesawat Garuda ke Soetikno
Emirsyah mengawali kariernya sebagai auditor di Kantor Akuntan Pricewaterhouse Coopers pada 1983.
Kala itu, kariernya moncer di dunia perbankan. Dia pernah duduk sebagai Assistant of Vice President of Corporate Banking Group Citibank.
Lalu, selama November 1994 hingga Januari 1996, Emir dipercaya menduduki jabatan Presiden Direktur PT Niaga Factoring Corporation di Jakarta, hingga menjadi Managing Director (CEO) Niaga Finance Co Ltd, Hong Kong.
Kesuksesannya di bidang perbankan mengantarkan Emirsyah ke kursi Direktur Keuangan (CFO) di PT Garuda Indonesia. Jabatan itu ia emban selama 5 tahun yakni 1998-2003.
Setelahnya, dia kembali ke bidang yang telah membesarkannya di perbankan dengan menjabat sebagai Wakil Direktur Utama Bank Danamon selama.
Jabatan itu hanya Emirsyah emban selama 2 tahun karena pada 2005 dia dipercaya menjadi Direktur Utama PT Garuda Indonesia.
Saat itu usianya baru 46 tahun. Capaian ini menempatkan Emirsyah sebagai direktur utama termuda di kawasan Asia Pasifik.
Baca juga: Kejagung Pastikan Obyek Perkara Kasus Emirsyah Beda dari KPK
Sembilan tahun menjabat Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah mengundurkan diri pada 8 Desember 2014. Sedianya, jabatannya baru berakhir pada 22 Maret 2015.
Tahun 2015, dia terpilih menjadi Komisaris Independen PT Danamon Indonesia.
Kasus korupsi yang diungkap Kejaksaan Agung ini terjadi ketika Emirsyah masih menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia.
Tindak pidana korupsi itu diduga terjadi sekitar tahun 2011 sampai 2021. Kasus ini ditaksir menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 8,8 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana mengatakan, Emirsyah membocorkan rencana pengadaan pesawat kepada tersangka Soetikno Soedarjo.
"Dan hal ini bertentangan dengan Pedoman Pengadaan Armada (PPA) milik PT Garuda Indonesia," kata Ketut dalam keterangan tertulis, Senin (27/6/2022).
Baca juga: Kejagung Tetapkan Emirsyah dan Soetikno Tersangka, KPK Siap Bersinergi
Menurut Ketut, Emirsyah juga bekerja sama dengan Dewan Direksi HS dan Capt AW untuk memerintahkan tim pemilihan supaya membuat analisis dengan menambahkan subkriteria dengan menggunakan pendekatan Nett Present Value (NPV) agar pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 dimenangkan atau dipilih dalam proyek pengadaan pesawat.
Menurutnya, instruksi perubahan analisis yang diinstruksikan tersangka kepada tim pemilihan adalah dengan menggunakan analisis yang dibuat oleh pihak manufaktur yang dikirim melalui tersangka Soetikno.
"Tersangka telah menerima grafikasi dari pihak manufaktur melalui tersangka SS dalam proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600," ucap dia.
Sementara itu, tersangka Soetikno juga disebut melakukan komunikasi dengan pihak manufaktur setelah mendapatkan bocoran rencana pengadaan pesawat dari Emirsyah.
Tersangka Soetikno juga menghasut Emirsyah agar menginstruksikan tim pengadaan untuk memilih pesawat Bombardier CRJ 1000 dan ATR 72-600 dalam pengadaan pesawat.
"Tersangka menjadi perantara dalam menyampaikan gratifikasi dari manufaktur kepada tersangka ES dalam proses pengadaan pesawat Bombardier CRJ 1000 dan ATR 72-600," tambahnya.
Kedua tersangka ini dikenakan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsider, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Jaksa Agung Ungkap Peran Emirsyah Satar dalam Kasus Korupsi Pesawat Garuda Indonesia
Kendati demikian, Kejagung tidak melakukan penahanan. Pasalnya, kedua tersangka tengah menjalani hukuman pidana dalam kasus yang ditangani KPK.
Selain Emirsyah dan Soetikno, Kejagung telah menetapkan 3 tersangka lainnya dalam kasus ini. Pertama, Albert Burhan (AB) selaku VP Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2012.
Kemudian, Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia periode 2011-2012, Setijo Awibowo. Lalu, Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia periode 2009-2014, Agus Wahjudo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.