"Renggangnya hubungan Ketum PKB dan Ketum PBNU memang berpotensi berdampak pada penurunan suara PKB. Friksi antarelite itu menyebabkan basis suara Nahdliyin tidak terkonsolidasi secara optimal seperti di Pemilu 2019," kata Umam.
"Tentu hal ini berpotensi menjadi bahan pertimbangan partai-partai politik lain yang ingin berkoalisi dengan PKB," tuturnya.
Baca juga: Pengamat Nilai Gerindra-PKB Bisa Klik dan Unggul di Pilpres 2024
Umam menuturkan, dinamika ini akan menjadi pertimbangan besar partai-partai politik yang hendak berkoalisi dengan PKB untuk Pemilu 2024.
Wajar jika kemudian partai-partai mitra melihat PKB tidak lagi sesolid 2019, ketika basis massa pesantren, yang terdiri dari para kiai hingga santri mendukung PKB dan menyukseskan pencalonan Maruf Amin sebagai calon wakil presiden.
Namun demikian, Umam berpandangan, koalisi antara Gerindra dan PKB sangat terbuka lebar.
"Alotnya keputusan koalisi hingga saat ini, keduanya hanya menanti momentum yang tepat untuk deklarasi, sambil menanti kepastian dinamika politik yang sarat ketidakpastian ini," tutur dosen Universitas Paramadina itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.