Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wijayanto
Dosen

Direktur Center for Media and Democracy, LP3ES, Jakarta dan sekaligus Kepala Sekolah Demokrasi, LP3ES. Penulis juga Dosen Media dan Demokrasi, FISIP UNDIP, meraih gelar Doktor dalam bidang Media dan Politik dari Universitas Leiden pada tahun 2019.

Sekolah Demokrasi Belanda: Mempersiapkan 2024, Mengawal 2045!

Kompas.com - 20/06/2022, 10:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam kasus Indonesia, satu perdebatan yang muncul adalah apakah presiden merupakan agensi yang memiliki kehendak bebas untuk menyusun semua kebijakannya?

Jika iya, maka dia mesti bertanggung jawab untuk kemunduran demokrasi yang terjadi.

Bagi orang-orang seperti Mujani dan Liddle (2021), juga banyak lainnya, Jokowi memang telah menjadi agen yang meminggirkan (sidelines) demokrasi.

Namun bagi sebagain yang lain, Jokowi hanyalah “korban” dari sistem yang buruk. Argumen ini menyebutkan bahwa siapa pun yang menjadi presiden akan menjadi serupa. Dan dia bisa jadi siapa saja.

Rangkaian diskusi kelompok yang kami langsungkan memberikan kemungkinan ketiga. Presiden sebagai agen tidaklah sepenuhnya wayang atau robot yang pasif terhadap konsteks struktural dan institusional yang mengelilinginya.

Dengan kata lain, oligarki dan sistem kepartaian dan pemilu memang berpengaruh terhadap perilaku dan kebijakan presiden, namun selalu ada peran dirinya sebagai agensi di sana.

Dalam politik, untuk memastikan jalannya pemerintah, kompromi terhadap berbagai kepentingan memang tidak terhindarkan.

Namun, mesti ada satu ambang batas atau prinsip-prinsip di mana kompromi tidak boleh dilakukan.

Perlindungan terhadap kebebasan berpendapat, penegakan aturan main yang demokratis dan penegakan hukum tanpa pandang bulu mestinya adalah beberapa hal yang tidak bisa dikompromikan.

Sayangnya, semakin kuatnya represi terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan sipil, wacana perpajangan masa jabatan presiden, dan pelemahan KPK menjadi penanda bahwa kompromi itu telah terlalu jauh melampaui batasan.

Untuk itulah, satu upaya untuk melakukan kaderisasi pemimpin bangsa perlu dilakukan. Dalam jangka panjang, peran partai politik yang mestinya menjalankan fungsi ini perlu diperkuat.

Namun, sambil ikhtiar melakukan penguatan partai politik, perlu dilakukan serangkaian pendidikan politik oleh pilar-pilar demokrasi yang lain baik universitas maupun dari organisasi masyarakat sipil.

Kita membutuhkan pemimpin politik yang tidak hanya memiliki pemahaman tentang nilai-nilai demokrasi yang kuat, namun juga menginternalisasi nilai-nilai itu dan menjadikannya sebagai habitus dalam laku politiknya.

Dia mungkin melakukan kompromi, namun ia juga menyadari batas di mana kompromi tidak bisa dilakukan lagi. Dengan kata lain, demokrasi membutuhkan seorang demokrat.

Epilog

Leiden cerah dan hangat siang itu. Di tepian kanal Witte Singel yang cantic, yang terletak tak jauh dari Gedung KITLV, dan di seberang perpustakaan Universitas Leiden, saya duduk bersama Ward Berenschot sambil menikmati secangkir kopi.

Sibuk dengan kesibukan riset masing-masing, kami punya banyak sekali hal untuk dibahas.

Semua cerita mengalir mulai dari proyek riset kami tentang pasukan siber, persiapan sekolah demokrasi hingga peta jalan demokrasi 2045.

Untuk hal terkahir, dia punya saran sangat menarik. Sambil menyepakati bahwa konsolidasi demokrasi membutuhkan pembenahan di berbagai sektor seperti di atas, dia mengusulkan perlu ada sektor prioritas yang tidak hanya penting dan mendesak, namun juga realistis untuk diwujudkan.

Baginya itu adalah menuntaskan persoalan politik uang dalam pemilu. Bagi professor KITLV dan Universitas Amsterdam ini, ia adalah satu hal yang penting.

Ia penting karena semua reformasi di bidang lain membutuhkan politisi, baik yang di legislatif maupun eksekutif, yang progresif.

Selain progresif, dia harus pertama-tama memiliki keterikatan dengan para pemilihnya. Misalnya saja, kita mau meloloskan paket kebijakan comprehensive untuk mewujudkan negara kesejahteraan, kita membutuhkan politisi yang menyetujuinya.

Kita hendak mencipta satu paket kebijakan yang berpihak kepada kelestarian alam, kita membutuhkan politisi yang sadar akan politik hijau.

Demikian seterusnya. Dengan kata lain, reformasi sistem pemilu ini akan menjadi awal untuk reformasi lainnya.

Reformasi sistem pemilu juga “feasible” untuk diwujudkan karena pada dasarnya semua pihak setuju dengan pemilu yang bebas dari politik uang, dari mulai akademisi paling idealis hingga politisi yang paling konservatif.

Tidak hanya akademisi, para politisi juga jengah dengan jebakan politik uang. Mereka pada dasarnya mengeluh dengan pembelian suara dalam pemilu, namun para politisi itu tak kuasa untuk menolaknya.

Di sini, penulis buku “Democracy for Sale” ini menyampaikan gagasan menarik tentang apa yang ia sebut sebagai “jebakan informalitas” untuk menjelaskan mengapa politik uang terjadi.

Dalam pemilu, jebakan informalitas ini adalah situasi di mana politisi merasa khawatir tidak akan menang pemilu tanpa politik uang, sehingga mereka melakukannya.

Warga negara merasa mereka harus menerima dan bahkan “meminta uang” kepada politisi, karena itu satu-satunya kesempatan mereka bisa ikut mendapat insentif dari proses electoral yang ada.

Sedangkan pengusaha, mereka merasa harus membayar kepada politisi dalam pemilu, karena khawatir bisnis mereka akan terkendala kebijakan jika tidak melakukannya. Inilah satu situasi yang dalam ilmu politik disebut sebagai masalah tindakan kolektif.

Untuk mengurai masalah tindakan kolektif, dan melampaui jebakan informalitas, dibutuhkan kesadaran bersama dari semua pihak untuk menghentikannya dan menciptakan satu habitus politik baru yang dianut oleh semua pihak tanpa terkecuali: elite, warga negara maupun pasar.

Di sini dia sampai pada satu kesimpulan lain yang menarik, yaitu bahwa sekolah demokrasi seperti yang selama ini telah dilakukan oleh LP3ES menjadi sesuatu yang penting.

Untuk melampaui jebakan informalitas, dibutuh satu forum di mana semua elemen yang penting dari setiap sektor: akademisi, politisi, agamawan, jurnalis dan aktivis bisa bertemu dan bertukar pikiran untuk kemudian menyepakati langkah-langkah penting yang bisa dilakukan demi mendorong konsolidasi demokrasi perlu dilakukan.

Hal lain yang justru lebih menarik, pikiran Ward tentang perlunya forum semacam sekolah demokrasi mengemuka di berbagai diskusi kelompok terarah yang telah kami lakukan.

Sambil menyadari pentingnya transformasi stuktural dan institusional untuk mendorong konsolidasi demokrasi, para ilmuwan pada akhirnya berpaling pada agensi sebagai makhluk yang memiliki kehendak bebas untuk memilih dan mengambil keputusan.

Para agensi iniah yang pada akhirnya melakukan transformasi stuktural dan institusional itu.

Pada akhirnya, gagasan yang diungkapkan oleh Ward tentang reformasi sistem pemilu sebagai prioritas mungkin bukan tanpa kelemahan.

Bahkan dukungannya atas sekolah demokrasi yang disepakati oleh para peserta diskusi LP3ES mungkin tidak sempurna.

Dan barangkali, refleksi yang saya lakukan atas rangakaian diskusi, juga webinar LP3ES yang kini saya tulis mungkin masih terlalu prematur, namun satu hal yang pasti: forum dialog sekolah demokrasi itu sangat penting dan mendesak.

Ia didasari oleh satu kerendahan hati yang jujur bahwa perubahan yang bermakna bukanlah hasil keputusan segelintir orang yang kemudian “memaksakannya” kepada sebagian besar yang lain.

Perubahan yang bermakna hanya akan terjadi jika ada semakin banyak pihak yang mendapat kesempatan untuk menyampaikan masalah yang penting dalam demokrasi kita, lalu menyepakati dan agenda perubahan politik, dan menginternalisasinya sebagai gagasan yang muncul dari dari dalam diri sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com