Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dianggap Rugikan Pendatang Baru, Partai Buruh Protes KPU Sepakati Kampanye 2024 Hanya 75 Hari

Kompas.com - 09/06/2022, 14:28 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Buruh Said Iqbal mengritik kesepakatan yang dibuat antara penyelenggara pemilu bersama pemerintah dan DPR agar masa kampanye Pemilu 2024 berlangsung selama 75 hari.

Menurut Iqbal, kesepakatan itu melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 

Ia pun merujuk ketentuan Pasal 247 dan 276 beleid tersebut, yang menyebutkan bahwa daftar calon anggota legislatif diajukan sembilan bulan sebelum hari pemungutan suara. Sementara, masa kampanye dimulai tiga hari setelah daftar calon tetap (DCT) ditetapkan.

"Sembilan bulan itu sudah dipikirkan oleh semua yang terlibat dalam proses pembuatan undang-undang, cukup bagi partai parlemen, bagi partai nonparlemen, bagi partai baru. Sekarang tiba-tiba dibuat kesepakatan, lebih tinggi undang-undang atau kesepakatan?" kata Iqbal di Kantor KPU, Kamis (9/6/2022).

Baca juga: Soal Masa Kampanye 75 Hari, Mendagri: Semakin Pendek Semakin Baik

Di sisi lain, ia menilai bahwa KPU seharusnya independen dan tak membutuhkan persetujuan DPR soal masa kampanye. 

Sebagai informasi, pemangkasan masa kampanye menjadi hanya 75 hari berawal dari usulan parlemen. KPU sebelumnya telah sepakat dengan Presiden Joko Widodo bahwa masa kampanye 90 hari, lebih singkat dari usulan sebelumnya yakni 180 hari.

"Atas nama siapa DPR boleh memutuskan meminta KPU membuat kesepakatan 75 hari?" ujar Said.

"Jangan karena persoalan dana pemilu yang belum turun-turun kemudian dijadikan alat untuk menekan KPU. Jangan persoalan anggaran membuat independensi KPU jadi hilang, seolah setiap keputusan KPU harus bersama dengan DPR dan pemerintah, itu salah," ungkapnya.

Ia menambahkan, pemangkasan masa kampanye ini juga akan memberatkan partai-partai nonparlemen dan partai baru seperti Partai Buruh.

Baca juga: Fahri Hamzah Anggap Masa Kampanye 75 Hari Terlalu Singkat: Harusnya Setahun

Said menduga ada tekanan dari partai-partai politik di dalam parlemen agar tidak tergusur oleh partai lain pada Pemilu 2024. Salah satunya, dengan memastikan partai-partai nonparlemen seperti partainya tidak memiliki waktu yang memadai untuk berkampanye.

"Waktu 75 hari tidak cukup untuk partai baru maupun partai nonparlemen untuk melakukan kampanye. Kalau partai parlemen, sudah ada dana reses, besar, dia bisa reses kapan saja," ujarnya.

"DPR kan representasi dan akan jadi peserta pemilu juga, kenapa harus bersepakat dengan peserta pemilu? Bagaimana dengan peserta pemilu yang nonparlemen, bagaimana peserta yang baru seperti Partai Buruh?" jelas Said.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com