Johnny mengatakan, SBY dan Paloh saling menyambut hangat kondisi kesehatan masing-masing. Bahkan, SBY dan Paloh saling melempar guyonan, menunjukkan kedekatan keduanya yang telah terbangun sejak sebelum Pilpres 2004.
Pertemuan kedua tokoh itu pun diakhiri dengan makan malam bersama di kantor DPP Partai Nasdem.
Sejarah politik Tanah Air mencatat, hubungan SBY dan Paloh sempat tak akur selama bertahun-tahun.
Ini berawal dari pencalonan SBY di Pilpres 2004. Kala itu, SBY sempat menawarkan Paloh kursi menteri jika dirinya dan Jusuf Kalla memenangkan pemilu presiden.
Syaratnya, Paloh harus mengerahkan kekuatan jaringan media yang dimilikinya untuk mendukung SBY dan Demokrat dalam pencalonan.
Paloh setuju untuk membantu SBY memenangi pilpres. Demikian dikisahkan oleh Usamah Hisyam dalam bukunya yang berjudul Surya Paloh Sang Ideolog.
"Pak Surya pun ditawari posisi Menteri Komunikasi dan Informatika dan Dewan Pertimbangan Presiden saat itu," kata Hisyam, sebagaimana pemberitaan Kompas.com, 10 Maret 2014.
Baca juga: Hormati Pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu, AHY: Saya Lebih Baik Tidak Tergesa-gesa
Meski bersedia mendukung pencalonan SBY, Paloh kala itu mengaku tak mengincar jabatan yang ditawarkan SBY. Ia hanya mau SBY menjalankan program restorasi yang diusungnya.
"Sebagai gantinya, Pak Surya pun hanya meminta, jika SBY terpilih, dia ingin SBY menjalankan program restorasi yang diusung Pak Surya. Selama SBY mau mengusung program restorasi, kita dukung beliau. Itulah yang diucapkan Pak Surya waktu itu," papar Hisyam.
SBY pun berhasil memenangi Pilpres 2004 dan dilantik menjadi presiden keenam RI. Namun, Hisyam mengatakan, program restorasi titipan Paloh tidak pernah dijalankan.
"Salah satu komitmen restorasi, seperti pemberantasan korupsi, tidak dijalankan. Hanya 15 persen pemberantasan korupsi yang aktual pada era SBY, sisanya korupsi lama sebelum pemerintahan SBY," katanya.
Sejak saat itulah hubungan SBY dan Paloh retak. Kerenggangan itu diperkuat dengan manuver Paloh pada Pilpres 2009.
Baca juga: SBY Disebut Bisa Maju Pilpres Lagi, Politisi Demokrat: SBY Taat Asas, Tak Mungkin Tertarik
Kala itu, Paloh yang masih berada di bawah naungan Partai Golkar tidak lagi mendukung pencalonan SBY yang menggandeng Boediono sebagai calon wakil presiden. Paloh bersama Golkar mengusung Jusuf Kalla dan Wiranto, meski akhirnya SBY-Boediono yang keluar sebagai pemenang pertaurangan.
Pada Pilpres 2014 dan 2019, Paloh dan SBY lagi-lagi berseberangan. Dengan membawa bendera Nasdem, Paloh konsisten mendukung koalisi Joko Widodo.
Sementara itu, SBY di bawah Demokrat mengambil sikap netral pada dua kali pemilu. Oleh karenanya, sejak 2014, partai bintang mercy itu tak masuk ke jajaran pemerintahan.