Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AKBP Brotoseno, Polisi Pernah Korupsi yang Tidak Dipecat…

Kompas.com - 31/05/2022, 07:18 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Krisiandi

Tim Redaksi

Ia menegaskan, setiap anggota Polri akan mematuhi aturan baik itu aturan perundang-undangan dan turunannya hingga hasil sidang etik dan profesi yang sudah diputuskan.

Sanksi demosi

Kepala Divisi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen (Pol) Ferdy Sambo setelah mengadakan pertemuan dengan Komnas HAM, Selasa (19/10/2021) di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat. Tatang Guritno / Kompas.com Kepala Divisi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen (Pol) Ferdy Sambo setelah mengadakan pertemuan dengan Komnas HAM, Selasa (19/10/2021) di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat.
Secara terpisah, Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mengatakan, Brotoseno telah diberikan sanksi demosi atau pemindahtugasan jabatan berdasarkan hasil Sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP).

Sanksi yang diberikan terhadap Brotoseno juga sudah dibuat dengan berbagai pertimbangan dan merujuk berdasarkan putusan Nomor: PUT/72/X/2020 tertanggal 13 Oktober 2020.

Baca juga: Propam Polri: Brotoseno Sudah Dijatuhi Sanksi Demosi dan Minta Maaf

"Dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipindahtugaskan kejabatan berbeda yang bersifat demosi," kata Ferdy dalam keterangan tertulis, Senin.

Menurutnya, Brotoseno juga telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 7 Ayat (1) huruf b, Pasal 7 Ayat (1) huruf c, Pasal 13 Ayat (1) huruf a, Pasal 13 Ayat (1) huruf e Peraturan Kapolri Nomor 14 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian RI.

Sambo menyebutkan, salah satu pertimbangan Brotoseno tidak dipecat karena dianggap berprestasi di instansi Kepolisian.

Kendati demikian, tidak dijelaskan dengan rinci prestasi seperti apa yang telah diraih Brotoseno.

“Adanya pernyataan atasan AKBP R Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian,” tegasanya.

Selain itu pertimbangan lainnya, karena Brotoseno juga telah menjalani masa hukuman 3 tahun 3 bulan dari putusan Pengadilan Negeri Tipikor.

Adapun Pengadilan Negeri Tipikor sebelumnya menjatuhkan vonis 5 tahun karena Brotoseno dinilai berkelakuan baik selama menjalani hukuman.

Baca juga: Mengenal AKBP Brotoseno, Eks Napi Korupsi yang Ternyata Belum Dipecat dari Polri

Kemudian, Brotoseno juga disebutkan menerima keputusan Sidang KEPP dimaksud dan tidak mengajukan banding.

OTT tahun 2016Brotoseno terjaring dalam operasi tangkap tangan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pada 17 November 2016 saat menjabat Kepala Unit III Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri.

Dalam penangkapan tersebut, Polri menyita uang senilai Rp 1,9 miliar, dari total yang akan diserahkan Rp 3 miliar.

Brotoseno lantas ditetapkan sebagai tersangka pada 18 November 2016. Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan seorang anggota kepolisian lainnya dan 2 orang pihak swasta yang berperan sebagai penyuap.

Divonis 5 tahun penjara

Setelah melalui serangkaian pemeriksaan dan persidangan, pada 14 Juni 2017 Brotoseno dijatuhi vonis 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com