Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompasianer Yon Bayu

Blogger Kompasiana bernama Yon Bayu adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Deja Vu Dwifungsi ABRI dan Droping Pejabat dari Jakarta

Kompas.com - 27/05/2022, 06:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KATA sentralistik dan otonomi daerah semakin pudar dari kamus politik Indonesia setelah 20 tahun reformasi.

Sayangnya hal itu bukan menandakan kita telah selesai dengan dua hal yang digemakan para demonstran di seantero negeri menjelang kejatuhan rezim Orde Baru dan awal dimulainya era reformasi.

Karut-marut penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah mengingatkan pada frasa “reformasi telah mati” yang ramai diseru mahasiswa dalam beberapa bulan terakhir.

Pengisian Pj kepala daerah, terutama bupati dan wali kota, dengan sempurna mengembalikan ingatan kita pada istilah dwifungsi ABRI dan droping pejabat dari pusat.

Jenderal Besar (Purn) Soeharto sangat senang mengisi jabatan-jabatan sipil di daerah dengan anggota ABRI (kini TNI minus Polri) aktif.

Baca juga: Ojo Kesusu dan Jokowi yang Terburu-buru

Di samping untuk mengamankan kekuasaannya, pola ini juga mencerminkan ketidakpercayaan Soeharto kepada pejabat di daerah, terutama sipil.

Diawali dengan semangat untuk menyerentakan pemilihan kepala daerah agar setiap tahun tidak disibukan dengan kontestasi politik, lahirlah putusan Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara serentak dalam satu kurun waktu.

Putusan ini kemudian dimasukan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota (UU Pilkada).

Konsekuensi dari penyerentakan pilkada tahun 2024, terjadi kevakuman kekuasaan di daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir tahun 2022 dan 2023.

Tercatat ada 271 daerah yang akan dipimpin oleh Pj kepala daerah. Untuk tahun 2022 saja terdapat 7 provinsi dan 94 kabupaten/kota yang akan diisi oleh Pj kepala daerah.

Jika merujuk pada aturan yang ada, mekanisme pengisian Pj kepala daerah sebenarnya jelas dan gamblang.

Namun karena ditengarai masuk kepentingan-kepentingan terselubung dengan tujuan di luar semangat penyerentakan pemilu, pengangkatan Pj kepala daerah akhirnya menimbulkan friksi seperti penolakan dari gubernur untuk melantik Pj bupati karena usulan calonnya diabaikan oleh Mendagri.

Baca juga: Apa yang Dicari, Jenderal Andika?

Lebih berbahaya lagi jika tujuan terselubung itu didorong keinginan untuk mengadopsi pola Orde Baru dalam mengamankan kekuasaan.

Sebab sejatinya syarat menjadi Pj kepala daerah sudah tertuang di dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada di mana Pj gubernur berasal dari pimpinan tingkat madya.

Sedangkan untuk Pj bupati dan wali kota diisi dari pimpinan tingkat pratama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com