Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Jokowi antara King Maker, King Size, dan King Koil

Kompas.com - 27/05/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PENTAS pemilu presiden 2024 belum juga dimulai, tetapi gonjang-ganjing antarelite politik dan manuver partai-partai politik sudah meruyak mengalahkan berita masih mahalnya harga minyak curah di berbagai daerah. Sudah mahal masih langka pula di pasaran.

Bagi “parnoko” alias partai nol koma sekian dengan merujuk raihan suara di pemilu kemarin, tentu memasrahkan nasib politik sembari mencari peluang agar tetap dilirik oleh partai lain yang butuh untuk menggenapkan suara.

Jangan heran, geliat “parnoko” di hari-hari ini sibuk mensolidkan kepengurusan agar tetap bisa ditusuk oleh pemilih di lembar kertas suara pemilu.

Bagi “parnoko”, jargon pembawa aspirasi baru, pejuang semangat baru, pro kerakyatan dan partai yang paling berada di baris terdepan perjuangan reformasi adalah “jualan” yang selalu didengungkan di setiap perhelatan pesta demokrasi.

Jangan heran pula, fenomena bajak-membajak partai atau kisruh internal partai “parnoko” kerap masih terjadi.

Drama pendirian Partai Mahasiswa yang penuh tanda tanya, ternyata dianggap Parkindo 1945 sebagai bentuk “pembajakkan” partai.

Bagi partai-partai semenjana, yakni yang raihan suaranya di bawah 5 persen di pemilu kemarin, mau tidak mau harus lebih rajin mengkonsolidasikan kepengurusan di level kabupaten, kota dan provinsi.

Persaingan antarparpol memperebutkan suara pemilih di tengah semakin “mata duitan” para pencoblos kertas surat suara menjadi semakin ketat.

Memilih teman koalisi tidak lagi didasarkan kesamaan platform atau irisan ideologi yang sama tetapi pada dasarnya partai-partai berkoalisi untuk mencari “peluang” menang bersama.

Komposisi jabatan menteri atau posisi strategis lainnya menjadi harapan maksimalnya.

Hal inilah yang bisa dipahami dari akomodasi politik yang diberikan Jokowi terhadap Partai Persatuan Indonesia (Perindo) atau Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang beroleh posisi wakil menteri di kabinet.

Walau Perindo mendulang 2,68 persen dan PSI beroleh 1,74 persen di Pemilu 2019 lalu, lebih beruntung daripada Partai Berkarya yang meraup 2,03 persen atau Partai Garuda yang hanya menjaring 0,50 persen karena salah strategi memilih koalisi.

Strategi memberikan “jabatan” demi memberi akomodasi politik bagi partai-partai penyokongnya, inilah yang saya sebut dengan “king koil” untuk merujuk merek kasur peraduan.

Jokowi memberikan “kenyamanan” politik bagi “konco-konco” partai koalisi walau secara manajemen birokrasi, sungguh tidak efektif dan penuh pemborosan.

Penciptaan posisi wakil menteri di hampir semua kementerian sangat memboroskan finansial negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com