Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamenkumham Sebut Pasal Penghinaan Presiden dalam RKUHP Delik Aduan, Ancaman Pidana hingga 3,5 Tahun

Kompas.com - 25/05/2022, 20:59 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan bahwa Pasal 218 ayat 1 dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang mengatur soal ancaman pidana hingga 3,5 tahun bagi penghina presiden merupakan delik aduan.

Adapun hal tersebut ditegaskan Edward dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR membahas hasil sosialisasi tim pemerintah terkait RKUHP.

"Terkait penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, jadi kami memberikan penjelasan bahwa ini adalah perubahan dari delik yang bersifat tadinya delik biasa menjadi delik aduan," kata Edward dalam rapat, Rabu (25/5/2022).

Baca juga: Pro dan Kontra di DPR soal Pasal Penghinaan Presiden dalam RKUHP

Edward mengatakan, tidak ada keinginan pemerintah untuk membangkitkan kembali pasal penghinaan presiden.

Sebelumnya, pasal tersebut pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 031-022/PUU-IV/2006.

Edward menerangkan, pasal yang ada di RKUHP berbeda dengan pasal yang dicabut oleh MK.

"Jadi sama sekali kami tidak membangkitkan pasal yang sudah dimatikan oleh Mahkamah Konstitusi, justru berbeda. Kalau yang dimatikan Mahkamah Konstitusi itu adalah delik biasa, sementara yang ada dalam RUU KUHP ini adalah delik aduan," jelasnya.

Edward menuturkan, RKUHP juga telah ditambahkan penjelasan bahwa pengaduan mengenai pasal itu harus dilakukan langsung oleh presiden maupun wakil presiden secara tertulis.

"Kami menambahkan itu bahwa pengaduan dilakukan secara tertulis oleh presiden atau wakil presiden. Dan juga ada pengecualian untuk tidak dilakukan penuntutan apabila ini untuk kepentingan umum," imbuhnya.

Sebelumnya, pada 2019, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly juga mengungkapkan bahwa pasal mengenai ancaman pidana itu merupakan delik aduan.

Baca juga: Pasal Penghinaan Presiden Disebut Bertentangan dengan Kovenan Hak Sipil dan Politik

Menurut Yasonna, pasal ini merupakan delik aduan yang tidak berlaku apabila untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. 

"Bukan berarti kalau seorang presiden bisa kita bebas caci maki, ini menyangkut harkat dan martabatnya," kata Yasonna dalam konferensi pers di Kemenkumham, Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Aturan mengenai pasal ini berbunyi 'Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com