Nama-nama Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, Abdullah Azwar Anas, Tri Rismaharini, Kepala BKKBN yang sebelumnnya Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo, Djarot Saeful Hidayat, Walikota Semarang Hendrar Prihadi, Walikota Solo Gibran Rakabuming, Bupati Trenggalek Nur Arifin, Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani, Wakil Gubernur Sulawesi Utara Steven Kandow, Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, Bupati Landak Karoline Margret Natasa, Walikota Singkawang Tja Tju Mie, Bupati Sanggau Paulos Hadi, Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana, Walikora Surabaya Eri Cahyadi misalnya adalah “polesan” tangan dingin Megawati.
Ganjar Pranowo harus lebih “bergaul” dan mewongke senior-senior PDI-P serta lebih mengikuti arahan DPP partai agar tidak terkesan jalan sendiri dan “besar kepala”.
Merangkul Ketua DPD PDIP Jawa Tengah Bambang Pacul akan mudah tergamit jika komunikasi antara Ganjar Pranowo dengan elite-elite Banteng mencair.
Pakem Banteng sejati adalah lebih mudah menyatukan “balung-balung” yang terpisah daripada “eker-ekeran” sendiri.
Nasib partai-partai lain & koalisi lain
Poros keempat yang hampir pasti terwujud karena sudah dinyatakan kesepakatan bersama, tentu saja Koalisi Indonesia Bersatu.
Golkar yang menggenggam 85 kursi di DPR ditambah jumlah kursi PPP dan PAN serta menarik parpol-parpol lain seperti Nasdem atau Demokrat atau PKB, misalnya, akan mencukupkan suara untuk mengajukan calon lain.
Hanya saja memadupadankan ego masing-masing anggota koalisi bukan perkara mudah, mengingat masing-masing ketua umum saling meninggikan “elektabilitas” dan “popularitas” dengan mengesampingkan modalitas biaya kampanye.
Andai PKB dan Demokrat bergabung ke dalam Koalisi Indonesia Bersatu, akan ada tiga nama yang sama-sama “ngebet” untuk jadi capres atau cawapres.
Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar dan Agus Harimutri Yudhoyono akan saling “jual diri” untuk mengamankan tiket.
Keputusan Nasdem yang akan membuka konvensi dengan menyorongkan nama Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Andhika Perkasa menjadi menarik mengingat Surya Paloh “tahu diri” dan berkomitmen partainya hanya mengajukan calon pemimpin nasional yang berkualitas dan memiliki elektabilitas tinggi.
Andaikan skenario ini berjalan mulus, maka nama Ganjar Pranowo – AHY dengan catatan Ganjar tidak mendapat tiket dari PDI-P atau Anies Baswedan – AHY akan menjadi nilai jual “negri-ngeri sedap” di negeri penari politik ini.
Poros selanjutnya yang bisa muncul adalah Nasdem dengan menggandeng tiga partai politik yang tidak tertampung di koalisi yang dibangun PDI-P – Gerindra atau Koalisi Indonesia Bersatu maka akan menjadi daya tarik sendiri di hajatan nasional Pilpres 2024.
Jualan nama Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Andhika Perkasa atau Erick Thohir misalnya yang dikenal “tajir melintir” tentu akan memudahkan partai besutan Suya Paloh untuk menarik partai-partai “jomblo” ke dalam barisan koalisinya.
Poros keenam yang memungkinkan muncul adalah “sisa-sisa” laskar Pilpres 2014 dan 2019 yang tetap ngotot memajukan nama AHY sebagai capres.
Kontestasi 2024 adalah kesempatan emas yang harus direbut oleh klan Cikeas jika ingin merawat jejak kepemimpinan SBY yang bisa menjabat dua periode.
Hanya saja, basis dukungan untuk Demokrat hanya tinggal berharap kepada PKS. Bisa jadi PKB diajak masuk dalam koalisi asal memberi ruang bagi Cak Imin untuk mewujudkan mimpinya, minimal menjadi calon RI-2.
Bisa saja menjadi “penari-penari politik” yang handal di koalisi ini andai saja poros ini mengajukan nama “penumpang” yang menjadi kuda hitam di Pilpres 2024, yakni Anies Baswedan yang dipasangkan dengan AHY atau Cak Imin.
Belum lagi nama Khofifah Indar Parawansa dan Ridwan Kamil juga layak menjadi capres atau cawapres alternatif pula.
Sekali lagi, partai politik perlu kebesaran hati untuk mengajukan calon-calon alternatif di pentas kepemimpinan nasional mendatang.
Koalisi-Koalisi “Ngeri” (KKN) di Negeri Penari Politik saatnya memberikan harapan akan pilihan rakyat yang sebenarnya.
Rakyat tidak butuh pemimpin yang pandai pidato tetapi “memble” di tugas-tugas kerakyatannya.
Kita butuh presiden yang bisa menyediakan minyak goreng dengan harga terjangkau, yang tidak membiarkan para menterinya berpesta pora di proyek-proyek besar, yang menjamin aneka penyakit tidak menjadi wabah, yang bisa menyediakan lapangan kerja untuk bangsa sendiri dan bukan untuk orang asing.
Kita butuh pemimpin tegas yang bijaksana. Itu saja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.