JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kasus dugaan pembunuhan berencana sejoli Handi Saputra dan Salsabila dengan terdakwa Kolonel Inf Priyanto memasuki babak baru.
Terbaru, Priyanto menyampaikan pleidoi atau nota pembelaan dengan menyatakan menolak pasal pembunuhan berencana dan penculikan terhadap Handi dan Salsa.
Pleidoi itu disampaikan anggota tim penasehat hukumnya, Letda Chk Aleksander Sitepu di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Selasa (10/5/2022).
Aleksander menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Oditur Militer Tinggi.
“Pada dakwaan kesatu primer Pasal 340 jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP dan dakwaan kedua alternatif pertama Pasal 328 KUHP jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP,” kata Aleksander saat membacakan pleidoi.
Adapun Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Kemudian, Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 Ayat (1 ) KUHP.
Untuk itu, Aleksander meminta supaya majelis hakim dapat membebaskan terdakwa dari dakwaan dan tuntutan pada dakwaan kesatu primer dan dakwaan alternatif pertama.
Selain itu, Aleksander meminta majelis hakim dapat menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya terhadap Priyanto.
“Apabila majelis hakim berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya,” kata dia.
Baca juga: Oditur: Kolonel Priyanto Bukan Tentara Kemarin Sore, Harusnya Bisa Pilih Tak Buang Handi-Salsabila
Dalam kasus pembunuhan berencana Handi dan Salsa, Priyanto dituntut penjara seumur hidup.
Selain itu, Priyanto dituntut pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas kemiliterannya di TNI.
Priyanto dinilai telah melanggar Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 Ayat (1 ) KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Operasi Seroja jadi alasan
Dalam pleidoinya, Priyanto berharap majelis hakim dapat meringankan hukumannya.
Salah satu alasan hukumannya ingin diringankan karena dirinya pernah mengabdikan diri untuk NKRI dalam Operasi Seroja di Timor Timur.
Baca juga: Pernah Ikut Operasi Seroja dan Terima Tanda Jasa, Kolonel Priyanto Minta Hukumannya Diringankan
Faktor pernah ikut operasi itulah diharapkan jadi pertimbangan tersendiri bagi majelis hakim.
“Terdakwa pernah mempertaruhkan jiwa raganya untuk NKRI melaksanakan tugas operasi di Timor-Timur (Operasi Seroja),” kata Aleksander.
Selain itu, Aleksander menuturkan bahwa Priyanto juga pernah meraih tanda jasa berupa Satyalancana Kesetiaan 8 tahun, 16 tahun, 24 tahun, dan Satyalancana Seroja.
Aleksander menilai, tim penasihat hukum telah menyaksikan sendiri bahwa sejak awal masa persidangan terdakwa telah berusaha menjalani dengan sikap yang baik, serta menghormati setiap proses persidangan yang berada dalam kewenangan majelis hakim.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah Priyanto tetap tegar menghadapi hari-hari dalam menjalani proses peradilan yang melelahkan, baik fisik dan jiwa.
“Terdakwa sangat sopan dan sangat mengindahkan tata krama militer selama persidangan,” kata Aleksander.
Ia menyatakan, Priyanto merupakan kepala rumah tangga dan tulang punggung keluarga, sehingga masih mempunyai beban tanggung jawab terhadap empat orang anak yang cukup berat bagi terdakwa beserta keluarganya.
Baca juga: Kuasa Hukum: Kolonel Priyanto Sudah Ikhlas Dipecat dari TNI AD
Di samping itu, kata Aleksander, Priyanto sangat menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulangi lagi.
“Terdakwa belum pernah dihukum, hukuman disiplin maupun pidana,” ujar dia.
Mengaku panik
Aleksander mengatakan, terdakwa mengalami kepanikan hingga memutuskan untuk membuang jasad Handi dan Salsa ke Sungai Serayu, Jawa Tengah.
Hal itu tak lepas karena dua anak buahnya, Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko terus berbicara selepas menabrak Handi dan Salsa di wilayah Nagreg, Bandung, Jawa Barat.
“Karena saksi dua dan saksi tiga terus berbicara kepada terdakwa maka terdakwa secara spontan mengatakan, ‘Kamu jangan cengeng, nanti kita buang saja mayatnya ke sungai',” kata Aleksander.
Baca juga: Kolonel Priyanto Disebut Buang Jasad Handi-Salsa ke Sungai karena Panik
Aleksander mengatakan, kehendak terdakwa untuk menghilangkan nyawa korban saat itu dalam suasana tidak tenang, dengan kata lain suasana batin terdakwa dalam keadaan panik, tegang, dan kalut.
Menurut dia, hal itu juga diiringi pula perasaan takut dan khawatir karena akan nasib kedua anak buahnya.
Ia menilai, karena kepanikan itu, situasi atau keadaan yang serupa bisa saja dialami oleh siapa saja.
Di samping itu, Aleksander mengklaim bahwa penentuan tempat dan waktu pembuangan kedua jenazah korban tidak direncanakan.
Hal ini terbukti bahwa terdakwa membuka Google Maps untuk mencari tempat membuang korban.
Menurut dia, jika hal tersebut sudah direncanakan sebelumnya, tentunya terdakwa tidak perlu membuka Google Maps tetapi langsung menuju tempat.
Baca juga: Kuasa Hukum: Kolonel Priyanto Sudah Ikhlas Dipecat dari TNI AD
Dengan demikian, kata dia, tidak ada unsur perencanaan dalam kasus yang dihadapi Priyanto.
“Dengan uraian tersebut, dengan rencana terlebih dahulu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,” kata dia.
Merasa bodoh
Sementara itu, Priyanto mengakui telah bertindak bodoh. Ia juga mengakui bahwa perbuatannya sangat tidak baik.
“Kami mohon kiranya Yang Mulia bisa melihat dari apa yang kami lakukan hal itu memang sangat-sangat bodoh sekali, perbuatan yang betul-betul tidak baik sekali,” kata Priyanto.
Selain itu, Priyanto sangat menyesali aapa yang dilakukannya. Sebab, perbuatannya tersebut juga telah merusak citra institusi TNI.
“Kami sangat merasa bersalah, sangat-sangat merasa bahwa kami sudah merusak institusi TNI, khususnya TNI AD,” ujar dia.
Baca juga: Menyesal, Kolonel Priyanto Akui Bertindak Bodoh dan Coreng Nama TNI
Priyanto juga mengakui bahwa sejauh ini dirinya belum sempat mengucapkan permintaan maaf kepada keluarga korban.
Ia pun berusaha agar bisa menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban.
Ia berharap, perbuatan tersebut menjadi yang pertama dan terakhir dalam perjalanan hidupnya.
“Dan saya harapkan apa yang saya sampaikan bisa diterima oleh keluarga korban,” kata Priyanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.