JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Masinton Pasaribu menjadi sorotan karena diadukan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (18/4/2022).
Sang pelapor adalah Koordinator Relawan Indonesia Bersatu Risman Hasibuan. Menurut dia, Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) itu melontarkan pernyataan yang menyudutkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurut Risman, laporan ini diawali dari pernyataan Masinton yang menyebut Luhut seperti tokoh fiksi Brutus.
Risman tak secara tegas maksud Brutus yang dimaksud. Namun, dalam terminologi politik, sebutan Brutus disematkan kepada siapa saja yang melakukan pengkhianatan terhadap pemimpinnya.
Dia mengatakan pernyataan itu disampaikan Masinton dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi nasional. Dalam wawancara itu, kata dia, Masinton menyebut Luhut sebagai "Brutus Istana".
Baca juga: Masinton Pasaribu Dilaporkan ke MKD DPR gara-gara Sebut Luhut Brutus Istana
Luhut, kata Risman, juga disebut oleh Masinton sebagai dalang dari wacana presiden tiga periode.
"Apalagi beliau berjasa besar membantu Pak Jokowi. Kalau dalam hal Brutus, Brutus apa, kan dia harus punya bukti juga Brutus yang disampaikan itu apa penafsiran Brutus-nya," kata Risman.
"Apalagi dia (Masinton) menyampaikan dia (LBP) adalah dalang ide Jokowi tiga periode. Padahal, itu kan dia mendengar aspirasi di bawah dan dalam hal ini disampaikan kepada Pak Presiden," sambung Risman.
Masinton lantas menanggapi soal laporan itu. Menurut dia seharusnya pelapor membawa bukti klaim big data yang disampaikan oleh Luhut soal dukungan penundaan Pemilu.
"Kalau yang bersangkutan langsung melaporkan ke MKD dengan membawa big data otentik, itu baru top dan sekaligus bentuk transparansi informasi ke publik," kata Masinton.
Ia mengatakan, jika Luhut membuka analisis big data-nya, maka rakyat pasti akan menilainya sebagai pejabat yang jujur dan terbuka. Untuk itu, dia menilai saat ini masyarakat justru menunggu Luhut membuka big data yang digembar-gemborkan.
"Rakyat menunggu kejujuran bukan mobilisasi laporan," imbuh Masinton.
Sebelumnya Masinton juga pernah melontarkan soal istilah Brutus. Hal itu terjadi pada 2015 silam.
Saat itu Masinton mengatakan ada dua orang di kabinet yang dia nilai sebagai politikus yang bersikap seolah seperti "Brutus" di lingkaran Istana.
Pernyataan itu dia tujukan kepada Andi Widjajanto yang ketika itu menjabat sebagai Sekretaris Kabinet dan Rini Soemarno yang saat itu menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Kalau saya cuma ke dua orang, Rini dan AW (Andi Widjajanto). Dua orang ini orang-orang begini kan yang kita sebut 'brutus' jauhkan Jokowi dari partai, menjauhkan dengan relawan, menjauhkan dengan rakyat," kata Masinton di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, 5 Februari 2015.
Masinton mengatakan bahwa Andi sebagai Sekretaris Kabinet kerap mendistorsi informasi yang hendak disampaikan oleh PDI-P ke Presiden. Padahal, kata dia, pesan dan informasi yang disampaikan PDI-P itu turut mewakili aspirasi dan keinginan rakyat.
"Kader-kader partai minta itu dievaluasi oleh Presiden agar pemerintah bisa jalan efektif, pesan-pesan Presiden juga sampai ke rakyat dan harapan rakyat bisa sampai ke Presiden," ucap Masinton.
Terkait tuduhan tersebut, Andi kala itu mengatakan bahwa elite-elite partai pendukung dapat memiliki akses khusus tanpa melalui birokrasi saat ingin menemui atau berkomunikasi dengan Jokowi.
"Silakan ditanya ke PDI-P yang dimaksud siapa, tapi setahu saya partai-partai itu memiliki akses ke Presiden tidak hanya lewat Mensesneg yang mengatur jadwal, tapi bisa juga akses-akses langsung yang diberikan oleh Presiden," ujar Andi kala itu.
Andi yang merupakan anak dari mantan Pangdam IX/ Udayana Mayjen Theo Syafei pun akhirnya diganti oleh Pramono Anung. Namun, pada 2020 Andi diberi posisi sebagai penasihat senior Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Lantas pada Februari 2022 lalu, Andi diangkat menjadi Kepala Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas).
Baca juga: Dilaporkan ke MKD, Masinton Kembali Minta Luhut Buka Big Data Penundaan Pemilu
Menurut catatan sejarah, Brutus atau Marcius Junius Brutus alias Quintus Servilius Caepio Brutus merupakan seorang politikus pada zaman Romawi kuno. Selama kariernya, dia kerap bersekutu dengan politikus sekaligus panglima perang Pompey untuk melawan kekuasaan Kaisar Romawi Julius Caesar.
Brutus dan para pengikut Pompey kemudian kalah dalam Perang Pharsalus pada tahun 48 sebelum Masehi. Saat itu Julius Caesar memutuskan mengampuni Brutus.
Akan tetapi, Brutus merencanakan untuk menggulingkan dan membunuh Julius Caesar karena menilai gaya pemerintahannya semakin sewenang-wenang. Dia lantas menghimpun dan menggalang dukungan dari sejumlah senator untuk membunuh Julius Caesar.
Rencana itu berhasil dilakukan pada 15 Maret 44 sebelum Masehi. Akan tetapi, akibat pembunuhan itu membuat dunia politik dan sosial kerajaan Romawi terus bergejolak karena banyak kelompok yang berebut kekuasaan.
Brutus dan iparnya, Gaius Cassius Longinus, kemudian menjadi pelarian karena diburu oleh para pengikut Julius Caesar dan keturunannya. Mereka kemudian mengobarkan perang saudara.
Brutus dan para pengikutnya kemudian kalah dalam Perang Philippi pada Oktober 42 sebelum Masehi. Saat itulah dia memutuskan bunuh diri. Sejak saat itu nama dan sosok Brutus diingat dan disematkan kepada orang-orang yang dituduh sebagai pengkhianat atau musuh dalam selimut di dunia politik.
(Penulis : Nicholas Ryan Aditya, Achmad Nasrudin Yahya | Editor : Sabrina Asril, Diamanty Meiliana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.