Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menkeu Prediksi Tekanan Ekonomi 2023 Bukan Lagi Pandemi, melainkan Perang Rusia-Ukraina

Kompas.com - 14/04/2022, 16:51 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 diharapkan melandai pada 2023.

Menkeu menuturkan, pada 2023, diharapkan pandemi beralih ke endemi.

"Sehingga, ini akan menjadi salah satu hal yang diharapkan akan mengurangi beban dan juga mengurangi tekanan terhadap masyarakat dan perekonomian," jelas Sri Mulyani dalam keterangan pers usia rapat terbatas di Istana Negara, Kamis (14/4/2022).

Namun, menurut dia, tetap ada dampak akibat perang Ukraina-Rusia yang memberi dampak pada ekonomi dunia.

Baca juga: Dorong Pembayaran THR 100 Persen, Anggota DPR: Pandemi Covid-19 Tak Boleh Lagi Jadi Alasan

"Namun, tahun depan akan muncul suatu risiko baru dari sisi munculnya perang di Ukraina dan ketegangan geopolitik yang telah menyebabkan kenaikan harga-harga komoditas dan kemudian mendorong inflasi tinggi di seluruh dunia, terutama di negara-negara yang sekarang ini negara maju," lanjutnya.

Kenaikan harga komoditas dan inflasi yang tinggi itu pun menyebabkan pengetatan kebijakan moneter, baik dari sisi likuiditas maupun suku bunga yang kemudian akan menimbulkan potensi volatilitas arus modal dan nilai tukar.

Kedua hal itu juga memberi tekanan pada sektor keuangan sehingga menghasilkan pemulihan ekonomi yang melemah secara global.

Sri Mulyani menjelaskan, pada 2023, berdasarkan proyeksi berbagai lembaga, salah satunya OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan melemah 1 persen, yakni dari tadinya 4,5 persen menjadi hanya 3,5 persen.

Lalu, Bank Dunia juga merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi ke bawah, yakni dari 4,4 persen ke 3,5 persen.

"Kemudian WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) juga meramalkan pertumbuhan ekonomi dunia akan melemah dari 4,4 persen ke 3,1 persen hingga 3,7 persen," ungkap Sri Mulyani. Sementara itu, dari sisi inflasi justru akan mengalami kenaikan.

Bank Dunia memperkirakan inflasi di negara-negara advance akan naik dari 3,9 persen ke 5,7 persen.

Sementara itu, di negara-negara emerging diperkirakan akan mengalami tekanan inflasi dari 5,9 persen ke 8,6 persen.

"Nah, kondisi ini tentu akan menimbulkan dampak yang sangat rumit. Di berbagai belahan dunia sudah mengalami tekanan atau bahkan krisis pangan akibat kenaikan harga komoditas seperti di Timur Tengah dan Afrika Utara," jelas Sri Mulyani.

"Di mana mereka mengimpor 80 persen makanan atau wheat atau gandum berasal dari Rusia dan Ukraina. Sekarang mereka menghadapi situasi tekanan terhadap suplai makanannya," lanjutnya.

Sri Mulyani mengatakan, kesulitan pangan ini memperburuk kondisi ekonomi karena terjadi pada saat sesudah dua setengah tahun dunia mengalami pandemi.

Selain di Timur Tengah, kesulitan pangan akibat naiknya harga juga terjadi di negara-negara sub-sahara Afrika.

Baca juga: 50 RPTRA di Jakarta Pusat Rusak karena Tidak Terawat sejak Pandemi

"Oleh karena itu, untuk tahun depan ada beberapa hal yang perlu untuk kemudian dipertimbangkan dan dimasukkan di dalam desain APBN," tutur Sri Mulyani.

"Dengan kenaikan inflasi dan pengetatan moneter, maka dari sisi utang yang akan kita kelola, akan juga mengalami tekanan dari sisi jumlah bunga utang maupun cicilan yang harus dibayar. Ini yang harus kita pertimbangkan sebagai bagian untuk mendesain APBN 2023 kembali menuju pada defisit di bawah 3 persen," jelasnya.

Menurut dia, desain tersebut diperlukan agar jumlah kebutuhan untuk menerbitkan surat utang bisa diturunkan secara bertahap, tetapi tetap berhati-hati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com