JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan salah satu partai politik di Indonesia.
Pembentukan PPP berawal dari fusi atau penyederhanaan dari empat partai keagamaan, yakni Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Parmusi. Penggabungan empat partai keagamaan ini bertujuan untuk menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia dalam menghadapi pemilu Orde Baru pada 1973.
Awal berdiri
Presiden Soekarno pada 1959 menerbitkan dekrit pada 5 Juli 1959 akibat Konstituante tidak mampu menyusun konstitusi untuk mengganti Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, sepanjang 1950-1959 terjadi berbagai kemelut politik yang turut membuat kondisi Indonesia tidak stabil.
Setelah menerbitkan dekrit dan membubarkan Konstituante, Presiden Soekarno lantas menerapkan Demokrasi Terpimpin. Pada 1960, jumlah partai politik di Indonesia dikurangi dari 40 menjadi 12.
Pada saat yang bersamaan, pemerintah membubarkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) karena terlibat dalam Pemberontakan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Setelah Masyumi dibubarkan, partai bercorak Islam saat itu tinggal Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Parmusi.
Kekuasaan Soekarno dan Orde Lama berakhir pada 1967, kemudian digantikan oleh Soeharto yang memulai masa Orde Baru.
Baca juga: PPP soal PBNU Hadir di Harlah: Istimewa, Puluhan Tahun Tak Pernah Terjadi
Pada Mei 1967, Soeharto mengusulkan fusi partai-partai yang dibagi menjadi dua kelompok.
Keinginan Soeharto untuk melakukan fusi partai dikemukakan lewat pidato di Kongres XII Partai Nasional Indonesia, 11 April 1970.
Usulan Soeharto ditolak oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Idham Chalid. Chalid mengatakan NU tidak pernah memiliki keinginan untuk memfusikan diri dengan partai-partai Islam lainnya.
Baca juga: Hadiri Harlah PPP, Gus Yahya Dinilai Ingin Jadikan PBNU sebagai Rumah untuk Semua Kader Parpol
Setelah Pemilu 1971 dilangsungkan, Golkar mendapat perolehan suara sebesar 62,8 persen.
Sedangkan dari empat partai Islam, hanya NU yang memperoleh suara terbanyak, yakni sebesar 18,6 persen. Dari hasil Pemilu 1971, pemerintah memutuskan untuk membagi partai ke dalam empat kelompok, yaitu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Golkar, golongan demokrasi pembangunan, dan persatuan pembangunan.
Akhirnya Partai NU, PSII, Perti, dan Parmusi bergabung ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan dideklarasikan pada 5 Januari 1973.
Pada awal berdiri, PPP menerapkan asas Islam dengan lambang Kabah. Namun, pada 1984, PPP menggunakan asas Negara Pancasila sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan sistem politik yang berlaku saat itu, ini disebabkan karena adanya tekanan politik dalam kekuasaan Orde Baru.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.