Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Partai Persatuan Pembangunan (PPP), di Balik Lambang Kabah dan Wadah Politik Umat Islam

Kompas.com - 08/04/2022, 15:40 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan salah satu partai politik di Indonesia.

Pembentukan PPP berawal dari fusi atau penyederhanaan dari empat partai keagamaan, yakni Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Parmusi. Penggabungan empat partai keagamaan ini bertujuan untuk menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia dalam menghadapi pemilu Orde Baru pada 1973.

Awal berdiri

Presiden Soekarno pada 1959 menerbitkan dekrit pada 5 Juli 1959 akibat Konstituante tidak mampu menyusun konstitusi untuk mengganti Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu, sepanjang 1950-1959 terjadi berbagai kemelut politik yang turut membuat kondisi Indonesia tidak stabil.

Setelah menerbitkan dekrit dan membubarkan Konstituante, Presiden Soekarno lantas menerapkan Demokrasi Terpimpin. Pada 1960, jumlah partai politik di Indonesia dikurangi dari 40 menjadi 12.

Pada saat yang bersamaan, pemerintah membubarkan Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) karena terlibat dalam Pemberontakan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Setelah Masyumi dibubarkan, partai bercorak Islam saat itu tinggal Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Parmusi.

Kekuasaan Soekarno dan Orde Lama berakhir pada 1967, kemudian digantikan oleh Soeharto yang memulai masa Orde Baru.

Baca juga: PPP soal PBNU Hadir di Harlah: Istimewa, Puluhan Tahun Tak Pernah Terjadi

Pada Mei 1967, Soeharto mengusulkan fusi partai-partai yang dibagi menjadi dua kelompok.

Keinginan Soeharto untuk melakukan fusi partai dikemukakan lewat pidato di Kongres XII Partai Nasional Indonesia, 11 April 1970.

Usulan Soeharto ditolak oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Idham Chalid. Chalid mengatakan NU tidak pernah memiliki keinginan untuk memfusikan diri dengan partai-partai Islam lainnya.

Baca juga: Hadiri Harlah PPP, Gus Yahya Dinilai Ingin Jadikan PBNU sebagai Rumah untuk Semua Kader Parpol

Setelah Pemilu 1971 dilangsungkan, Golkar mendapat perolehan suara sebesar 62,8 persen.

Sedangkan dari empat partai Islam, hanya NU yang memperoleh suara terbanyak, yakni sebesar 18,6 persen. Dari hasil Pemilu 1971, pemerintah memutuskan untuk membagi partai ke dalam empat kelompok, yaitu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Golkar, golongan demokrasi pembangunan, dan persatuan pembangunan.

Akhirnya Partai NU, PSII, Perti, dan Parmusi bergabung ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan dideklarasikan pada 5 Januari 1973.

Pada awal berdiri, PPP menerapkan asas Islam dengan lambang Kabah. Namun, pada 1984, PPP menggunakan asas Negara Pancasila sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan sistem politik yang berlaku saat itu, ini disebabkan karena adanya tekanan politik dalam kekuasaan Orde Baru.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com