Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Silvanus Alvin
Dosen

Silvanus Alvin adalah dosen di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan penulis buku Komunikasi Politik di Era Digital: dari Big Data, Influencer Relations & Kekuatan Selebriti, Hingga Politik Tawa.

WhatsApp sebagai Arena Politik 2024 dan Lahan Misinformasi

Kompas.com - 08/04/2022, 11:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMILU 2024 sudah tidak jauh. Bahkan dalam kacamata para aktor politik, sekarang sudah saatnya bergerak untuk menarik perhatian publik, agar jatuh hati pada partai atau kandidat presiden maupun kepala daerah yang maju pemilihan.

Salah satu upaya untuk merayu publik tentunya melalui media. Media selalu menjadi arena pertarungan dalam kajian ilmu komunikasi politik. Siapa yang menguasai media memiliki peluang besar untuk keluar sebagai pemenang. Bila seorang aktor politik atau partai tertentu menguasai arena media, maka bisa mengatur narasi yang diinginkan sehingga menguntungkan bagi mereka.

Dalam iklim demokrasi yang ideal, pemegang hak suara menjatuhkan pilihan politiknya setelah mendapatkan informasi yang lengkap dan bernas. Berdasarkan data The Digital Report 2021 yang dirilis Reuters Institute, mayoritas penduduk Indonesia (85 persen) mengakses informasi politik dari ponsel pintarnya.

Masih dari laporan yang sama, Reuters Institute juga mengungkapkan bahwa terdapat kepercayaan yang rendah dari publik atas berita-berita yang disajikan oleh media pers nasional. Hal ini tidak lepas dari kepemilikkan media yang berafiliasi dengan politik.

Baca juga: Obama Komentari Maraknya Misinformasi: Banyak Hal Gila di Internet yang Harus Ditangani

Lebih lanjut, publik tidak langsung masuk ke situs atau aplikasi media pers nasional dalam mencari informasi, melainkan mereka mendapatkan informasi dari mobile instant messaging services (MIMS). MIMS dengan tingkat akses dan ketergunaan paling tinggi di Indonesia adalah WhatsApp.

Pada pemilu mendatang, WhatsApp (WA) akan menjadi salah satu arena utama dan penting dalam pertarungan politik. WA saat ini telah menjelma lebih dari sekadar medium untuk berkomunikasi, melainkan juga menjadi tempat untuk mengakses informasi dan diskusi politik.

Akademisi dari Arizona State University (Amerika Serikat/AS), Fridkin dan Kenney (2004) membagi pemilih dalam dua tipe, yaitu beginner voters – mereka yang tidak mengikuti perkembangan politik serta mudah dipengaruhi dan knowledgeable voters – mereka yang peka terhadap perkembangan politik serta secara umum memilih berdasarkan keputusan logis.

Sulit memang mengukur seberapa banyak beginner voters di Indonesia. Meski demikian, di era digital saat ini, para pemilih pemula dapat dengan mudah terpapar informasi yang dapat memengaruhi keputusan mereka. Hal ini tidak lepas dari fakta betapa dinamis dan mudah berbagi informasi melalui WA. Umumnya tiap individu di Indonesia tergabung dalam satu grup WA, baik grup keluarga atau grup pertemanan atau grup paguyuban. Dalam tiap grup WA, biasanya terdapat minimal satu anggota yang aktif dalam berbagi informasi.

Semakin dekat dengan Pemilu 2024, akan bertebaran informasi-informasi politik. Dalam konteks ini, individu sepasif apapun tetap dapat terpapar informasi politik tertentu yang dibagikan oleh jaringan kontaknya. Mengacu pada pemikiran Fridkin dan Kenney di atas, bagi pemilih pemula tentunya keputusan politik yang diambil berpotensi besar mendapat pengaruh dari pihak-pihak yang aktif membagikan informasi via WA.

Selain itu, sifat percakapan WA yang lebih personal membuat individu lebih nyaman dalam mengeluarkan pandangan politiknya. Berbeda di media sosial, sebuah pandangan politik yang tidak populer atau tidak mengikuti suara mayoritas, dapat diserang sedemikian rupa. Dalam beberapa kasus, pandangan politik individu bisa diserang oleh buzzer maupun bot. Praktik trolling dan doxing juga menghantui individu-individu yang memiliki pandangan politik unik.

Ilustrasi WhatsApp Web.Meta Ilustrasi WhatsApp Web.
WA sebagai lahan subur misinformasi

Tidak ada arus informasi yang tak bercela. Di setiap penyebaran informasi, selalu ada gangguan seperti hoaks. Dalam kajian komunikasi politik dikenal dua konsep hoaks, yaitu misinformasi dan disinformasi.

Secara sederhana, misinformasi merupakan sebuah informasi yang salah tetapi dipercayai sebagai kebenaran oleh individu, kemudian informasi salah ini disebarluaskan. Sementara, disinformasi dapat dipahami sebagai sebuah informasi salah yang secara sadar dikreasikan dan disebarluaskan demi kepentingan pihak tertentu.

Baca juga: INFOGRAFIK: Tren Misinformasi dan Disinformasi Terkait Perang Rusia-Ukraina

Para akademisi menaruh perhatian besar pada praktik misinformasi yang berpeluang terjadi pada pemilu di era digital. Hal ini tidak lepas dari belum sepenuhnya publik Indonesia memiliki literasi media dan politik.

Pada pemilu mendatang, memang mayoritas pemilih berdasarkan generasi datang dari generasi milenial dan generasi Z yang notabene digital natives. Meski demikian, bukan berarti dua generasi tersebut memiliki pemahaman kuat untuk membedakan misinformasi dan fakta.

Fenomena misinformasi politik melalui WA sudah pernah terjadi di Indonesia pada Pemilu 2019. Pihak WA sudah merespons dengan menerapkan perubahan untuk pembatasan viralitas dan melarang akun otomatis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com