Menurut Sugeng, mengubah paradigma pembangunan agar tidak jawasentris tidak harus dengan memindahkan ibu kota ke Kaltim yang menelan biaya besar. Karena itu, dia pun meminta MK membatalkan UU IKN.
Baca juga: Ini 6 Hal Penting yang Diatur UU IKN
"Mewujudkan pemerataan kesejahteraan dan pembangunan dapat dilakukan dengan memajukan daerah, membuat atau meningkatkan sentra industri, ekonomi, sosial, dengan memperhatikan potensi yang ada di daerahnya," ujar Sugeng.
Din Syamsuddin, Azyumardi Azra, dkk
Mantan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, dan sejumlah pemohon juga menggugat UU IKN ke MK.
Para penggugat menilai UU Nomor 3 Tahun 2022 itu cacat formil karena tak sesuai dengan UUD 1945.
“Tidak dipenuhinya hak untuk dipertimbangkan (right to be considered) dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained),” demikian tertulis dalam petitum permohonan uji materi itu, dikutip pada Senin (7/3/2022).
Pengajuan gugatan itu diterima MK pada Selasa (1/3/2022) pukul 16.00 WIB.
Baca juga: Din Syamsuddin hingga Azyumardi Azra Gugat UU IKN ke MK
Para pemohon ini menilai tidak terpenuhinya hak untuk dipertimbangkan dan hak untuk mendapatkan penjelasan dalam pembentukan UU IKN itu bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan pembentukan UU mesti menempatkan prinsip kedaulatan rakyat sebagai salah satu pilar utama.
UU IKN juga dinilai tidak mengakomodasi partisipasi masyarakat sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 28C Ayat (2) UUD 1945.
“Apabila pembentukan undang-undang dalam proses dan mekanisme yang justru menutup atau menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk turut serta mendiskusikan dan memperdebatkan isinya, maka dapat dikatakan pembentukan undang-undang tersebut melanggar prinsip kedaulatan rakyat,” jelas petitum tersebut.
Para pemohon juga menilai pembentukan UU IKN tidak memenuhi Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait partisipasi masyarakat secara bermakna dalam pembentukan UU.
Baca juga: Jokowi Teken UU IKN, Berapa Luas Cakupan Wilayah Ibu Kota Nusantara?
Pada putusan itu dikatakan, partisipasi masyarakat secara bermakna adalah hak untuk didengar pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapatkan penjelasan atas pendapat yang diberikan.
Para pemohon mengungkapkan, tiga hak itu telah diabaikan oleh DPR dalam proses pembentukan UU IKN.
Sebab, ada pendapat beberapa ahli yang mempersoalkan materi UU IKN. Namun, pendapat itu diabaikan. Adapun keterangan ahli yang mempersoalkan materi UU IKN adalah:
1. Hendricus Andy Simarmata yang menilai sayembara ilustrasi IKN sudah dilakukan tanpa informasi lokasi yang rinci dan lengkap, tidak menghadirkan blind reviewers dalam proses perencanaannya sehingga validitas dokumen rencana induk tidak terverifikasi dengan baik.
2. Asep Sofian yang menyebut wilayah IKN kurang mapan dari penyediaan air dan kestabilan lahan.
3. Erasmus Cahyadi meminta agar ada konsultasi mendalam dan terbuka dengan masyarakat adat.
4. Fadhil Hassan menilai pemindahan IKN bukan prioritas saat ini.
Baca juga: 9 Aturan Turunan UU IKN Ditargetkan Rampung Maret-April, Ini Rinciannya
5. Chazali H. Situmorang yang meminta pemerintah memperhitungkan pemindahan IKN karena dilakukan pada masa transisi kepemimpinan dan kondisi Kalimantan sebagai paru-paru dunia.
6. Satya Arianto yang menilai ada disparitas antara substansi naskah akademik dan RUU IKN itu sendiri.
7. Ananda Kusuma menyatakan, prosedur pembuatan RUU IKN keliru dan partisipasi publik perlu digalakkan.
8. Arief Ansyori Yusuf yang menilai belum jelas maksud dari pemerataan ekonomi dengan adanya pemindahan IKN.
9. Maria Sumardjono menilai perlu ditempuh upaya partisipasi publik untuk menghindari pelanggaran aspek formil.
Para pemohon menilai pembuat undang-undang hanya menggunakan pendapat ahli untuk memenuhi aspek hak untuk didengarkan pendapatnya.
Baca juga: Pembangunan IKN Tahap Pertama Perlu Bebaskan Lahan 52 Hektar