Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jawab Kuasa Hukum Napoleon Bonaparte, Hakim: Kami Tidak Ada Niat Menzalimi

Kompas.com - 07/04/2022, 15:44 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim sidang dugaan penganiayaan pada Muhammad Kece dengan terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte menegaskan akan berlaku adil dalam proses penanganan perkara.

Hal itu disampaikan hakim ketua Djuyamto menanggapi pernyataan kuasa hukum Napoleon, Eggi Sudjana yang merasa bahwa pengajuan eksepsi atau nota keberatan kerap ditolak majelis hakim.

“Kita garis bawahi yang dikatakan salah seorang tim (kuasa hukum) tadi, Prof Eggi, jadi tanpa beliau minta pun kita semua sepakat bahwa kalau hakim memutus dengan niat menzalimi orang pasti kita akan diazab, kita sepakat,” ucapnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (7/4/2022).

“Pasti kami tidak ada niat untuk memutus dengan menzalimi, nanti kan disaksikan publik,” sambung Djuyamto.

Baca juga: Sampaikan Eksepsi, Kuasa Hukum Bantah Napoleon Keroyok M Kece

Adapun sebelum sidang ditutup Eggi sempat meminta agar majelis hakim betul-betul mempertimbangkan eksepsi yang disampaikan tim kuasa hukum.

Ia merasa bahwa selama ini eksepsi dalam persidangan tidak pernah diperhatikan dan selalu ditolak.

“Kita sudah sangat jelas menguraikan ilmu hukum tapi akhirnya, biasanya, kalau ini pesanan, ini order, pasti yang mulia memutuskan menolak kita,” tutur Eggi.

Dalam persidangan, tim kuasa hukum Napoleon menolak dakwaan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Anggota tim kuasa hukum Napoleon, Erman Umar menilai kliennya tidak melakukan pengeroyokan pada Kece.

Dalam pandangannya dakwaan jaksa menampilkan fakta-fakta yang bertolak belakang.

Baca juga: Sidang Kasus Pengeroyokan M Kece, Dakwaan dan Bantahan Napoleon

Pertama, menyebut Napoleon bersama empat tahanan lain melakukan penganiayaan pada Kece.

Tapi di sisi lain, surat dakwaan juga menyebut bahwa Napoleon melumuri sendiri kotoran manusia ke wajah Kece.

Erman juga menyampaikan, di dalam dakwaan jaksa disebutkan bahwa tindakan pengeroyokan dilakukan tiga pelaku lain pada Kece ketika Napoleon berada di kamar mandi untuk mencuci tangan.

“Sehingga tidak memenuhi ‘dengan tenaga bersama’ unsur sebagaimana diwajibkan untuk memenuhi dakwaan dengan Pasal 170 Ayat (2) Ke-1 KUHP,” kata dia.

Diketahui perkara bermula ketika Kece ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama dan ditahan oleh Bareskrim Polri 25 Agustus 2021.

Baca juga: Napoleon Bonaparte Bantah Bawa HP ke Lapas: Itu Milik Petugas

Jaksa menyatakan, dini hari pasca ditahan, yaitu pada 26 Agustus 2021, Napoleon bersama Dedy Wahyudi, Djafar Hamzah, dan Himawan Prasetyo mengunjungi kamar Kece dan melakukan penganiayaan.

Napoleon disebut memberikan perintah pada penjaga rutan seperti meminta agar tongkat jalan Kece disita, dan mengganti gembok ruang tahanannya.

Penjaga rutan malam itu, Bripda Asep Sigit Pambudi disebut takut menolak perintah Napoleon karena masih berstatus sebagai perwira tinggi Polri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com