Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LPSK Bandingkan Penanganan Kasus Kerangkeng Manusia dengan Investasi Ilegal: Kalau Tidak Mampu Serahkan ke Bareskrim

Kompas.com - 06/04/2022, 17:52 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi membandingkan penanganan kasus kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin dengan investasi ilegal yang merak terjadi beberapa waktu terakhir.

Dalam penanganan kasus kerangkeng manusia, penyidik Polda Sumatera Utara memutuskan untuk tidak menahan delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka yakni SP, HS, IS, TS, RG, JS, DP dan HG.

Salah satu alasan Polda Sumut tak menahan mereka lantaran menganggap para tersangka kooperatif.

Padahal, menurut Edwin, bila dibandingkan dengan kasus dugaan penipuan via aplikasi Quotex yang menyeret Doni Muhammad Taufik alias Doni Salmanan, tersangka kasus ini kooperatif.

Baca juga: Runutan Kasus Kerangkeng Bupati Nonaktif Langkat hingga Ditetapkan Tersangka

"Kalau soal kooperatif, semua juga kooperatif. Doni Salmanan itu juga kooperatif, bahkan korbannya enggak ada yang sakit jiwa, enggak ada yang luka-luka, tapi tetap ditahan," kata Edwin kepada Kompas.com, Rabu (6/4/2022).

Ia mengatakan, bila melihat pasal yang digunakan penyidik untuk menjerat pelaku, mereka terancam dengan hukuman lebih dari lima tahun penjara.

Secara objektif, menurut Edwin, penyidik memiliki alasan yang kuat untuk menahan kedelapan tersangka.

"Kenapa pakai alasan subjektif, apa yang melatarbelakangi? Apa Kapolda Sumut punya utang budi dengan TRP (Terbit Rencana Perangin-angin)?" tambahnya.

Lebih lanjut, Edwin mengatakan, bila dibandingkan kasus investasi ilegal, penanganan kasus kerangkeng manusia seharusnya tidak terlalu sulit. 

Menurut dia, suatu perkara dikatakan sulit apabila saksi tidak ada, pelaku kabur ke luar negeri, serta dibutuhkan peralatan khusus untuk penyelesaiannya.

Baca juga: LPSK Desak Keterlibatan Tentara dan Polisi Aktif di Kasus Kerangkeng Bupati Langkat Diusut Tuntas

"Kalau ini tempatnya jelas masih ada, saksi korban banyak banget sekali. Pelakunya masih ada. Tidak dibutuhkan alat-alat khusus. Jadi bukan termasuk perkara yang sulit," ungkap Edwin.

Oleh karena itu, ia pun mempertanyakan kompetensi dan profesionalitas penyidik dalam menangani perkara ini. 

Menurut dia, dengan waktu 60 hari yang dimiliki untuk menahan para tersangka, penyidik semestinya memiliki waktu yang cukup untuk melengkapi berkas perkara.

"Saya kasih gambaran, investasi bodong itu secara logika, asumsi kita sebagai orang awam, jauh lebih sulit atau mudah? Itu saja dilakukan penahanan," tegasnya

"Masak penyidik tidak sanggup menyelesaikan kasus ini dalam 60 hari? Kalau tidak sanggup, kibarkan bendera putih, minta Bareskrim yang tangani," tambah Edwin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Nasional
Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Nasional
RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Nasional
Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Nasional
Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com