JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi membandingkan penanganan kasus kerangkeng manusia milik Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin dengan investasi ilegal yang merak terjadi beberapa waktu terakhir.
Dalam penanganan kasus kerangkeng manusia, penyidik Polda Sumatera Utara memutuskan untuk tidak menahan delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka yakni SP, HS, IS, TS, RG, JS, DP dan HG.
Salah satu alasan Polda Sumut tak menahan mereka lantaran menganggap para tersangka kooperatif.
Padahal, menurut Edwin, bila dibandingkan dengan kasus dugaan penipuan via aplikasi Quotex yang menyeret Doni Muhammad Taufik alias Doni Salmanan, tersangka kasus ini kooperatif.
"Kalau soal kooperatif, semua juga kooperatif. Doni Salmanan itu juga kooperatif, bahkan korbannya enggak ada yang sakit jiwa, enggak ada yang luka-luka, tapi tetap ditahan," kata Edwin kepada Kompas.com, Rabu (6/4/2022).
Ia mengatakan, bila melihat pasal yang digunakan penyidik untuk menjerat pelaku, mereka terancam dengan hukuman lebih dari lima tahun penjara.
Secara objektif, menurut Edwin, penyidik memiliki alasan yang kuat untuk menahan kedelapan tersangka.
"Kenapa pakai alasan subjektif, apa yang melatarbelakangi? Apa Kapolda Sumut punya utang budi dengan TRP (Terbit Rencana Perangin-angin)?" tambahnya.
Lebih lanjut, Edwin mengatakan, bila dibandingkan kasus investasi ilegal, penanganan kasus kerangkeng manusia seharusnya tidak terlalu sulit.
Menurut dia, suatu perkara dikatakan sulit apabila saksi tidak ada, pelaku kabur ke luar negeri, serta dibutuhkan peralatan khusus untuk penyelesaiannya.
"Kalau ini tempatnya jelas masih ada, saksi korban banyak banget sekali. Pelakunya masih ada. Tidak dibutuhkan alat-alat khusus. Jadi bukan termasuk perkara yang sulit," ungkap Edwin.
Oleh karena itu, ia pun mempertanyakan kompetensi dan profesionalitas penyidik dalam menangani perkara ini.
Menurut dia, dengan waktu 60 hari yang dimiliki untuk menahan para tersangka, penyidik semestinya memiliki waktu yang cukup untuk melengkapi berkas perkara.
"Saya kasih gambaran, investasi bodong itu secara logika, asumsi kita sebagai orang awam, jauh lebih sulit atau mudah? Itu saja dilakukan penahanan," tegasnya
"Masak penyidik tidak sanggup menyelesaikan kasus ini dalam 60 hari? Kalau tidak sanggup, kibarkan bendera putih, minta Bareskrim yang tangani," tambah Edwin.
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/06/17525211/lpsk-bandingkan-penanganan-kasus-kerangkeng-manusia-dengan-investasi-ilegal