Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Hukuman Mati Herry Wirawan Diharap Bisa Timbulkan Efek Jera, tapi Dinilai Abai terhadap Pemulihan Korban

Kompas.com - 06/04/2022, 08:40 WIB
Mutia Fauzia,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Herry Wirawan, pelaku pemerkosaan 13 santri di pesantren yang dikelolanya, divonis hukuman mati oleh hakim di Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, Jawa Barat, dalam sidang banding yang diajukan jaksa penuntut umum.

Herry sebelumnya dijatuhi vonis hukuman kurungan seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

Selain hukuman mati, restitusi atau ganti rugi kepada korban senilai Rp 300 juta yang pada pengadilan tingkat pertama dibebankan kepada negara kembali dibebankan kepada Herry Wirawan.

Hakim juga memutuskan untuk merampas harta kekayaan/aset Herry Wirawan, berupa tanah dan bangunan serta hak-hak terdakwa dalam Yayasan Yatim Piatu Manarul Huda, Pondok Pesantren Tahfidz Madani, Boarding School Yayasan Manarul Huda, serta aset lainnya baik yang sudah disita maupun yang belum.

Baca juga: 5 Hal tentang Vonis Mati Herry Wirawan, Bayar Restitusi Rp 331 Juta hingga Jadi Sorotan Dunia

Terhadap aset-aset tersebut untuk selanjutnya akan dilakukan penjualan lelang dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah, yakni Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat untuk dipergunakan sebagai biaya pendidikan dan kelangsungan hidup para korban dan bayi-bayinya hingga mereka dewasa atau menikah.

Keputusan Hakim PT Bandung dianggap sudah sesuai dengan tuntutan hukuman mati jaksa penuntut umum PN Bandung.

Diharap beri efek jera

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mengapresiasi putusan banding yang menjatuhkan vonis pidana mati terhadap Herry Wirawan. Bintang berharap, putusan hukuman mati terhadap Herry Wirawan tak hanya memberi efek jera tetapi juga bisa mencegah kasus serupa terulang di masa depan.

"Keputusan hukuman mati dan pembebanan restitusi kepada pelaku ini diharapkan tidak hanya memberikan efek jera serta mencegah berulangnya kembali kasus yang sama di masa depan, tapi juga memastikan kepentingan terbaik anak-anak korban beserta anak-anak yang dilahirkannya," ujar Bintang seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (4/4/2022).

Ia mengungkapkan, putusan banding hakim Pengadilan Tinggi Bandung telah sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan harapan masyarakat. Selain itu, pada pengadilan tingkat banding, putusan restitusi yang mulanya dibebankan kepada negara, dikembalikan kepada Herry Wirawan.

"Demikian juga terkait dengan putusan restitusi yang dibebankan kepada pelaku, menurut kami sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kami juga menghormati putusan tersebut termasuk upaya hukum lain yang masih memungkinkan dilakukan oleh terpidana melalui upaya kasasi,” kata Bintang.

Dari amar putusan hakim, beberapa pertimbangan yang memberatkan hukuman untuk terpidana di antaranya adalah perbuatan terdakwa menimbulkan trauma dan penderitaan terhadap korban dan orangtua korba.

Terakhir, perbuatan terdakwa dianggap mencemarkan lembaga pondok pesantren dan merusak citra agama Islam.

Dinilai abai terhadap pemulihan korban

Namun, Insititute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyayangkan keputusan Pengadilan Tinggi Bandung yang menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Herry Wirawan. Peneliti ICJR, Maidina Rahmawati mengungkapkan, penjatuhan hukuman mati terhadap Herry Wirawan menunjukkan fokus negara yang justru kepada pembalasan terhadap pelaku, alih-alih membantu pemulihan korban.

"Putusan ini akan menjadi preseden buruk bagi proses pencarian keadilan korban kekerasan seksual, karena fokus negara justru diberikan kepada pembalasan kepada pelaku, alih-alih korban yang seharusnya dibantu pemulihannya," ujar Maidina seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa kemarin.

Ia mengutip pernyataan Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan HAM, Michelle Bachelet, mengenai hukuman mati terhadap pelaku kekerasan seksual yang justru akan menggeser fokus negara kepada hal yang tidak lebih penting dari korban.

Bachelet menyampaikan, meskipun pelaku perkosaan dan kekerasan seksual lain harus dimintai tanggung jawab, namun hukuman mati dan penyiksaan bukanlah solusinya.

Baca juga: Komnas HAM Dorong Pemulihan 13 Santriwati Korban Perkosaan Herry Wirawan

"Tidak ada satupun bukti ilmiah yang menyebutkan bahwa pidana mati dapat menyebabkan efek jera, termasuk di dalam kasus perkosaan. Masalah dari kasus-kasus perkosaan yang terjadi di seluruh belahan dunia, menurut Bachelet, disebabkan oleh keterbatasan akses terhadap keadilan korban, dan menerapkan pidana mati kepada pelaku, tidak akan menyelesaikan masalah ini," kata Maidina.

Ia menilai, pidana mati yang diterapkan justri membuktikan negara gagal hadir untuk korban.

Menurut ICJR, pidana mati merupakan bentuk gimmick yang diberikan sebagai kompensasi karena negara gagal hadir dan melindungi korban.

Komnas HAM dorong pemulihan korban

Komnas HAM menganggap bahwa pemulihan 13 santriwati korban perkosaan Herry Wirawan, tak kalah penting dibandingkan vonis bagi Herry sebagai terdakwa.

"Bagi Komnas HAM, korban adalah pihak paling utama untuk diperhatikan. Maka kami juga sangat kuat mendorong ada proses restitusi, rehabilitasi, dan perhatian yang lebih serius, dalam kasus Herry Wirawan maupun kasus-kasus lainnya," ujar Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik.

Taufan melanjutkan, apa yang dialami anak-anak tersebut merupakan sebuah penderitaan fisik sekaligus psikologis.

"Dan tidak kalah pentingnya adalah masa depan mereka terganggu. Itu bisa dipulihkan secara bertahap dengan bantuan dan dukungan dari pemerintah dan institusi-institusi sosial yang ada," ucap dia.

"Kita harus bekerja sama mengatasi itu dan fokus kepada pertolongan terhadap korban ini," ujar dia.

Ia beranggapan bahwa vonis mati terhadap Herry Wirawan tak berkorelasi dengan efek jera. Pidana mati juga tidak berkorelasi langsung terhadap upaya pemulihan para korban. Tidak efektifnya vonis mati menjadi salah satu sebab hukuman ini mulai ditinggalkan secara global..

Restitusi kepada korban terlalu kecil

Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, besaran restitusi yang harus dibayarkan Herry Wirawan kepada 13 korbannya terlalu kecil. Secara keseluruhan, total uang ganti rugi yang harus dibayarkan Herry Wirawan adalah Rp 300 juta dengan nominal beragam untuk masing-masing korban.

Komisioner KPAI, Retno Listiyanti mengatakan, seharusnya penghitungan restitusi juga mempertimbangkan sembilan bayi yang dilahirkan korban Herry Wirawan.

"Yang penting restitusi dipastikan pemenuhannya, karena para korban harus melanjutkan hidupnya, masa depannya masih panjang, termasuk para bayi yang dilahirkan, seharusnya dihitung restitusinya juga, karena bayi-bayi itu juga korban. Jadi restitusi Rp 330 juta terlalu kecil," ujar Retno.

Walau demikian, Retno mengapresiasi putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat tersebut.

Kewajiban pembayaran restitusi oleh Herry Wirawan kepada korban tersebut diputuskan Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung dalam sidang banding yang diajukan oleh JPU.

Menurut Retno, vonis tersebut sekaligus memperbaiki keputusan majelis hakim PN Bandung yang membebankan restitusi kepada negara melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).

“Saya sebagai Komisioner KPAI menyampaikan apresiasi tinggi atas Keputusan Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat yang mewajibkan Herry Wirawan membayar uang pengganti kerugian atau restitusi," kata Retno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com