JAKARTA, KOMPAS.com - Korban pemerkosaan dinilai akan jadi pihak yang paling terdampak dari langkah pemerintah dan DPR menghapus tindak pidana pemerkosaan dari jenis kekerasan seksual dalam Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Sebelumnya, pemerintah dan DPR sepakat tidak memasukkan pemerkosaan dalam RUU TPKS karena dianggap bakal tumpang tindih dengan ketentuan soal pemerkosaan di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang sedang direvisi.
"Persoalannya sekarang, kalau RUU KUHP-nya belum berhasil direvisi, waktu tunggu sampai RUU KUHP dibetulkan bisa menjadi ruang kerugian khususnya bagi perempuan yang mengalami pemaksaan hubungan seksual," kata Ketua Komnas Perempuan Andi Yentriyani dalam diskusi virtual, Selasa (5/4/2022).
Baca juga: Rapat Pleno RUU TPKS Diundur Jadi Rabu Besok
Andi menilai, selama KUHP masih direvisi, maka akan terjadi kegamangan proses hukum bagi korban pemerkosaan jika "pemerkosaan" tidak diakomodasi dalam UU TPKS kelak.
Pendapat senada dilontarkan Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nur Syamsi.
Ia khawatir, UU TPKS terbit tanpa mengakomodasi "pemerkosaan", sementara KUHP yang direncanakan bakal mengatur soal "pemerkosaan" masih dalam proses revisi yang tak berkesudahan.
Fajri membandingkan RUU TPKS dengan RUU Penyandang Disabilitas 5 tahun lalu.
"Saat itu, ada pasal dalam RUU yang mengatur pertanggungjawaban dan pengurangan pidana berdasarkan penilaian personal, bukan status disabilitas," ungkapnya.
"Pasal itu ditolak masuk UU Penyandang Disabilitas karena dianggap akan diatur dalam RKUHP. Hasilnya, hal itu tidak masuk dalam UU Penyandang Disabilitas, sementara RKUHP tidak kunjung selesai pembahasannya," jelas Fajri.
Kegamangan proses hukum yang bakal merampas hak korban pemerkosaan juga diamini dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Wiyati Eddyono.
Ia menyoroti berbedanya acara pidana jika pemerkosaan diatur dalam KUHP yang notabene ketentuan umum, dengan pemerkosaan jika diatur dalam UU TPKS sebagai ketentuan khusus (lex specialis).
Baca juga: Komnas Perempuan Anggap Dihapusnya Pemerkosaan dari RUU TPKS sebagai Kemunduran
Padahal, RUU TPKS dirancang juga mengatur secara khusus pemulihan dan perlindungan korban kekerasan seksual yang tidak dapat disamakan dengan korban tindak pidana lain.
"Kalau dia (pemerkosaan) berlaku umum dalam KUHP, maka hukum acaranya pakai hukum acara umum (KUHAP). Ini yang jadi problem," ujar Sri.
"Memakai KUHAP ini menjadi pertanyaan, nanti berarti diskriminatif dong antara korban kekerasan seksual lain dengan (korban) pemerkosaan?" lanjutnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.