Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU TPKS Dinilai Belum Sentuh Sejumlah Hal Penting, Salah Satunya soal Pidana Perkosaan

Kompas.com - 04/04/2022, 12:02 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Forum Pengada Layanan (FPL) dan Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) mengungkapkan berbagai pekerjaan rumah DPR terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Anggota koalisi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Jakarta, Dian Novita mengatakan terdapat beberapa persoalan penting yang belum tersentuh.

“Yaitu tidak masuknya aturan tentang tindak pidana perkosaan, pengaturan tentang eksploitasi seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik yang belum konkret, serta jaminan layanan aman bagi korban perkosaan untuk menguatkan pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan,” papar Dian dalam diskusi virtual, Senin (4/4/2022).

Baca juga: Pembahasan RUU TPKS Sisakan 3 Daftar Inventarisasi Masalah

Dian menilai, tindak pidana pemerkosaan mestinya dimasukkan dalam RUU TPKS.

Sebab, tindak pidana itu terjadi di seluruh Indonesia dengan modus, cara, kerugian, dan alat yang digunakan pelaku untuk merendahkan serta menyengsarakan korban.

“Sudah seharusnya tindak pidana ini masuk dalam bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam RUU TPKS sebagai UU lex specialis,” tuturnya.

Dian menjelaskan, jika tak diatur dalam undang-undang khusus, korban pemerkosaan tidak akan mendapat perlindungan optimal.

“Korban perkosaan, termasuk korban perkosaan yang hamil rentan mengalami kriminalisasi karena minimnya ketersediaan layanan yang aman,” imbuhnya.

Adapun Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya menyampaikan pemerkosaan dan aborsi tidak diatur dalam pembahasan RUU TPKS.

Baca juga: Ketua Panja Surati Pimpinan DPR agar RUU TPKS Segera Dibawa ke Rapat Paripurna

Pasalnya, tindak pidana itu tidak dimasukan oleh pemerintah ke dalam daftar inventarisasi masalah (DIM).

Usulan untuk tidak memasukan tindak pidana pemerkosaan disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej.

Dalam pandangannya, hal itu dilakukan untuk menghindari tumpang tindih antara RUU TPKS dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sedang dalam proses revisi. Karena pemerkosaan dan aborsi sudah diatur dalam KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com