JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar psikologi politik Hamdi Muluk mengatakan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman harus membuktikan diri tidak akan bisa dipengaruhi meski bakal menjadi adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Secara undang-undang kan tidak melarang dia menikahi adik presiden. Ini soal pertimbangan mana yang baik buat publik. Karena mencari hakim MK yang bagus juga tidak mudah," kata Hamdi kepada Kompas.com, Minggu (26/3/2022).
Anwar akan menikah dengan Idayati yang merupakan adik Presiden Jokowi. Dia melamar Idayati pada 12 Maret 2022 di Kota Solo. Saat itu Jokowi hadir dalam acara lamaran karena tengah pulang untuk menjadi saksi pernikahan keponakannya.
Baca juga: Rekam Jejak Anwar Usman, Ketua MK yang Bakal Jadi Adik Ipar Jokowi
Suami Idayati, Hari Mulyono, meninggal dunia pada September 2018. Pernikahan Anwar dan Idayati rencananya berlangsung pada 26 Mei 2022 mendatang.
Hamdi yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia mengatakan, menurut etika, hubungan personal antara dua orang secara kelembagaan tidak boleh saling intervensi. Selain itu, lanjut dia, setiap putusan yang dibuat MK harus melalui sidang yang terbuka buat publik.
Dengan proses yang terbuka itu, lanjut Hamdi, masyarakat bisa menyaksikan langsung penanganan perkara yang berjalan di MK dan menekan potensi permainan pengaruh jabatan dan kekuasaan antarlembaga.
"Kalau Pak Anwar Usman bisa memberikan keyakinan ke publik bahwa integritas, profesionalitas, akuntabilitas, dan transparansi setiap putusan MK bisa terjaga, mungkin publik tidak akan menuntut dia harus mundur dari hakim MK," ujar Hamdi.
Baca juga: Dilamar Ketua MK Anwar Usman, Begini Penjelasan Idayati, Adik Kandung Presiden Jokowi
Hamdi mengatakan, isu konflik kepentingan jika Anwar menjadi adik ipar Jokowi memang tidak bisa dihindari. Dia juga tidak menampik peluang itu hilang sama sekali meski Anwar dan Jokowi terikat dalam hubungan kekerabatan.
Menurut Hamdi, putusan di MK dilakukan oleh sembilan hakim secara kolektif. Dengan kata lain, posisi Anwar tidak lebih besar dari hakim MK yang lain dalam pengambilan keputusan walaupun dia adalah ketua.
"Di situ ada soal transparansi proses, ada soal profesionalitas sebagai hakim, ada soal akuntabilitas argumen putusan. Di luar mungkin ada kelebihan sedikit sebagai ketua. Sedikit banyak potensi conflict of interest agak lebih minimal dalam hal ini," ucap Hamdi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.