"Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi," kata Jokowi.
Sikap presiden ini dinilai tidak sekeras pernyataan Jokowi sebelumnya. Sebagaimana diketahui, wacana perpanjangan masa jabatan presiden telah berulang kali mengemuka.
Pertama kali isu ini muncul di akhir 2019, Jokowi curiga ada pihak yang ingin menjerumuskannya dengan mengusulkan wacana tersebut.
"Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, 2 Desember 2019.
Lalu, awal 2021 lalu, Jokowi kembali menegaskan tidak berniat dan tak punya minat untuk menjabat selama 3 periode.
Sikap ini, kata dia, tidak akan pernah berubah. Sebagaimana bunyi konstitusi, masa jabatan presiden dibatasi sebanyak dua periode.
"Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode," kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/3/2021).
Meski banyak pihak meminta presiden kembali menegaskan sikapnya, hingga kini Jokowi belum berkomentar lagi terkait ini.
Menyimak polemik yang terjadi, Managing Director Paramadina Public Policy Institute Ahmad Khoirul Umam menilai bahwa ada komunikasi yang terputus antara PDI-P dengan internal kelompok kepentingan Istana Presiden.
“Kelompok itu mulai berjalan sendiri di luar kendali partai penguasa,” ujar Umam kepada Kompas.com, Senin (21/3/2022).
Beda suara antara PDI-P dengan sejumlah elite politik lain, kata Umam, bisa jadi indikator awal bagi pudarnya pamor kekuatan “partai banteng” sebagai sponsor utama koalisi pemerintahan.
Baca juga: Ilusi Klaim Big Data Luhut dan Cak Imin soal Masyarakat Inginkan Pemilu Ditunda...
Jika PDI-P tidak mampu mengonsolidasikan ulang partai-partai koalisi, maka, momentum wacana penundaan pemilu bisa menjadi awal perpecahan yang membuat partai koalisi tersebar sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Apabila kondisi ini berlanjut hingga membuat loyalitas menteri menjadi goyah, maka kesetiaan menteri tidak lagi kepada presiden, tetapi untuk partai politik maisng-masing.
Dalam kondisi demikian, lanjut Umam, presiden akan segera bertransformasi menjadi pemimpin yang kesepian (the lonely leader).
“Ini yang harus diantisipasi Presiden Jokowi dan PDI-P sebagai sponsor utama koalisi pemerintahan saat ini,” kata dia.
Menurut Umam, PDI-P harus mengevaluasi total pihak-pihak yang leluasa membajak otoritas presiden, yang berdampak pada soliditas koalisi partai politik di lingkungan pemerintahan.
Jika opsi peringatan tidak mempan, menurut dia, opsi pemberhentian bisa dipertimbangkan.
"Jika tidak, maka PDI-P akan kehilangan kontrol dan kendali atas 'petugas partai' yang ia percaya selama ini untuk menjalankan amanah kepemimpinan nasional," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.