JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Polda Metro Jaya menetapkan aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.
"Keduanya (Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti) sudah jadi tersangka," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Endra Zulpan, Sabtu (19/3/2022).
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menjadwalkan pemeriksaan Haris dan Fatia dengan status sebagai tersangka pada Senin besok.
Baca juga: Bakal Penuhi Panggilan Polisi Senin Depan, Haris Azhar Berkelakar soal Kostum yang Akan Dikenakan
Kasus itu bermula dari pembahasan antara Haris dan Fatia dalam video yang diunggah di akun YouTube milik Haris. Dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" itu, keduanya menyebutkan bahwa Luhut turut bermain dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.
Pembahasan itu berangkat dari laporan bersama yang dilakukan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Walhi Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, Walhi Papua, LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Papua, KontraS, Jatam (Jaringan Advokasi Tambang), Greenpeace Indonesia, dan Trend Asia dengan judul "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya".
Dikutip dari laman resmi KontraS, kajian itu memperlihatkan indikasi relasi antara konsesi perusahaan dengan penempatan dan penerjunan militer di Papua dengan mengambil contoh kasus di Intan Jaya.
Dalam laporannya, ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi, yakni PT Freeport Indonesia (Izin Usaha (IU) Pertambangan), PT Madinah Qurrata’Ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Miratama (IU Pertambangan).
Dua dari empat perusahaan itu yaitu PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ) adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer atau polisi.
Setidaknya, ada tiga nama aparat yang terhubung dengan PT MQ. Mereka adalah purnawirawan polisi Rudiard Tampubolon, purnawirawan TNI Paulus Prananto, dan Luhut.
Luhut yang tidak terima dengan tuduhan itu kemudian melaporkan Haris dan Fatia terkait pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya. Sebelum melaporkan, Luhut beberapa kali melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia. Dalam somasi itu, Luhut menuntut permintaan maaf dari keduanya.
Namun, permintaan itu tak dipenuhi hingga akhirnya Luhut melaporkan Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya pada 22 September 2021.
Kuasa hukum Fatia, Julius Ibrani, mengatakan bahwa dua somasi yang dilayangkan Luhut telah dijawab kliennya. Menurut Julius, kata 'bermain' merupakan cara Fatia untuk menjelaskan secara sederhana kajian yang dibuat KontraS dan sejumlah lembaga swadaya masyarkat (LSM) soal kepemilikan tambang di Intan Jaya.
"Kata ‘bermain' itu ada konteksnya yaitu kajian sekelompok NGO (non-governmental organization). Kajian itu yang kemudian dijelaskan Fatia dalam bahasa yang sederhana,” ujar Julius.
Luhut mengatakan, dirinya memutuskan untuk melapor ke polisi karena pernyataan Haris dan Fatia menyinggung nama baiknya dan keluarga.
"Ya karena (Haris dan Fatia) sudah dua kali (disomasi) tidak mau minta maaf. Saya kan harus mempertahankan nama baik saya, anak, cucu saya," kata Luhut di Mapolda Metro Jaya, 22 September 2021.