KOMPAS.com - Pekerja anak menjadi salah satu masalah sosial yang telah menjadi isu global bangsa-bangsa di dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Pekerja anak adalah setiap anak yang berumur dibawah 18 tahun dan melakukan pekerjaan yang dapat mengganggu dan membahayakan keselamatan serta tumbuh kembang anak.
Dewasa ini, banyak anak di bawah umur yang bekerja dengan alasan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Anak-anak bekerja karena kesulitan ekonomi orang tua.
Selain kemiskinan, pendidikan juga menjadi faktor penyebab munculnya pekerja anak. Rendahnya pendidikan orang tua juga memengaruhi pola pikir anak yang menganggap menghasilkan uang lebih penting dibandingkan sekolah.
Data Organisasi Buruh Internasional atau ILO menunjukkan jumlah pekerja anak di dunia mencapai sekitar 160 juta jiwa. Dari jumlah itu, 75 persen berada di Afrika, 7 persen di Amerika Latin, dan 18 persen di Asia.
Di Indonesia, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat sekitar 2,3 juta pekerja anak. Sulawesi Tenggara menjadi provinsi dengan persentase pekerja anak terbanyak, disusul Sulawesi Barat, dan Papua.
Baca juga: Targetkan Penurunan Jumlah Pekerja Anak, Ini Langkah Kementerian PPPA
Indonesia merupakan produsen tembakau terbesar kelima di dunia dengan lebih dari 500.000 pertanian tembakau yang tentunya memerlukan tenaga kerja yang banyak.
ILO memperkirakan lebih dari 1,5 juta anak usia 10 tahun sampai 17 tahun bekerja di pertanian Indonesia. Sebagian besar mulai bekerja sejak usia 12 tahun sepanjang musim tanam.
Human Rights Watch membuat penelitian lapangan di tiga provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan penelitian, banyak anak mengeluh mual, muntah, dan sakit kepala. Di samping itu, terjadi keracunan nikotin secara konsisten yang dapat memengaruhi perkembangan otak anak.
Pekerja anak telah lama menjadi noda hitam dalam industri minyak sawit global yang memiliki kapitalisasi pasar sangat tinggi.
Meskipun sering dianggap sebagai anak-anak yang hanya membantu keluarga mereka di akhir pekan atau sepulang sekolah, tetapi hal ini telah diidentifikasi sebagai masalah oleh kelompok hak asasi manusia, Perserikatan Bangsa-bangsa, dan pemerintah Amerika Serikat.
Para pekerja anak bersentuhan dengan pupuk dan beberapa pestisida yang dilarang. Seiring bertambahnya usia, mereka mendorong gerobak yang berisi buah dengan berat tiga kali lipat dari berat mereka.
Beberapa menyiangi dan memangkas pohon tanpa alas kaki. Sementara remaja laki-laki memanen tandan sawit yang cukup besar untuk dihancurkan.
Salah satu pabrik petasan di Kabupaten Tangerang meledak pada 26 Oktober 2017.
Aparat kepolisian menduga adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pabrik petasan karena mempekerjakan anak. Kejadian ini dinilai karena lalainya pengawasan dan pembinaan oleh kementerian tenaga kerja pada tahun 2017.
Baca juga: Lima Upaya Kemenaker Hapus Bentuk-bentuk Pekerja Anak
Saldy, seorang siswa kelas lima SD Negeri Panampu di Sulawesi Selatan mengais rejeki lewat jasa penyeberangan jalan.
Dalam sehari, ia meraup penghasilan Rp 120 ribu. Berbekal batu, balok yang disusun dan bekas kardus teh kemasan, Saldy memfasilitasi pengendara motor yang ingin memotong jalan.
Ia melakukan pekerjaan tersebut untuk memenuhi kebutuhan uang saku sekolahnya. Akan tetapi, melihat pekerjaannya di jalur sibuk, pekerjaan ini membahayakan.
Referensi
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.