Dengan perkiraan data tersebut, maka tidak mungkin 110 juta warganet menyuarakan penundaan pemilu.
Menurut Umam, manipulasi opini publik jelas berbahaya dan menjadi ancaman serius bagi demokrasi.
Hal itu dapat menghambat upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
"Tentu kita sungguh tidak ingin kebijakan publik pemerintah didasarkan pada dukungan semua dari rakyat yang didasarkan pada klaim-klaim sepihak yang ajaib dan tidak berdasar," tutur Umam.
Sementara, terkait Luhut yang mempertanyakan alasan Jokowi harus turun, Umam menilai, merepresentasikan keinginan dia untuk mengembalikan arsitektur politik Orde Baru.
Segala upaya bakal dilakukan untuk mewujudkan kepentingan politik, termasuk melawan konstitusi.
"Luhut seperti mengenakan kacamata kuda, asal terabas saja, termasuk tembok besar konstitusi pun ingin ia robohkan untuk mewujudkan kepentingan ekonomi-politiknya," katanya.
Baca juga: Cak Imin Bantah Diarahkan Istana untuk Usulkan Penundaan Pemilu
Oleh karenanya, menurut Umam, sudah saatnya Presiden Jokowi angkat bicara. Sebab, pernyataan presiden sebelumnya dinilai tak cukup mampu mengakhiri kegaduhan isu penundaan pemilu.
Justru, dengan semakin liarnya wacana ini, lanjut Umam, seolah menunjukkan bahwa Jokowi tak mempersoalkan penundaan pemilu mapun perpanjangan masa jabatan presiden.
"Karena ide-ide yang berkembang kuat di lingkaran Istana Kepresidenan itu seolah didiamkan oleh Jokowi," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.