Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Luhut Klaim Ada 110 Juta Warganet Suarakan Penundaan Pemilu tapi Ogah Buka Datanya

Kompas.com - 17/03/2022, 06:15 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan ikut menggulirkan isu penundaan Pemilu 2024 dan wacana perpanjangan masa jabatan presiden.

Isu itu pertama kali Luhut ungkap dalam sebuah tayangan YouTube. Dia mengaku memiliki data aspirasi rakyat Indonesia yang ingin Pemilu 2024 ditunda.

Menurutnya, masyarakat ingin kondisi sosial politik yang tenang serta perbaikan kondisi perekonomian nasional.

Baca juga: Ilusi Klaim Big Data Luhut dan Cak Imin soal Masyarakat Inginkan Pemilu Ditunda...

Luhut pun mengeklaim bahwa terdapat big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024.

Namun demikian, klaim Luhut itu seketika menuai kritik dan validitasnya diragukan banyak pihak.

Enggan buka data

Luhut mengeklaim bahwa dirinya tak mengada-ada soal big data 110 juta warganet yang mendukung supaya Pemilu 2024 ditunda.

Ia menepis tudingan sejumlah pihak yang meragukan validitas data tersebut maupun yang menyebut bahwa big data itu tidak benar.

"Ya pasti adalah, masa bohong," kata Luhut usai menghadiri acara Kick-off DEWG Presidensi G-20 2022 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (15/3/2022).

Baca juga: Luhut Klaim Big Data Penundaan Pemilu 2024 Benar, tapi Enggan Buka ke Publik

Namun demikian, ketika diminta membuka big data tersebut, Luhut menolaknya.

"Ya janganlah, buat apa dibuka?," katanya.

Luhut mengatakan, saat ini teknologi sudah berkembang pesat. Oleh karenanya, mudah untuk mengetahui suara rakyat soal penundaan pemilu.

Dia pun merasa tak ada yang salah dengan pernyataannya soal big data penundaan pemilu. Luhut justru heran pada pihak-pihak yang merespons dengan keras pernyataan tersebut.

"Kenapa mesti marah-marah? Ada yang salah," ujarnya.

Pertanyakan alasan presiden turun jabatan

Disinggung ihwal big data, Luhut justru mempertanyakan alasan mengapa Presiden Joko Widodo harus turun dari jabatannya.

"Saya tanya kamu, apa alasan orang bikin Pak Jokowi turun? Ada alasannya?," katanya.

Selain punya big data, Luhut mengeklaim bahwa dirinya banyak mendengar aspirasi rakyat soal penundaan Pemilu 2024.

Baca juga: Soal Penundaan Pemilu 2024, Luhut Pertanyakan Alasan Jokowi Harus Turun

Menurut Luhut, banyak yang bertanya ke dia mengapa harus menghabiskan dana begitu besar untuk pemilu, padahal pandemi virus corona belum selesai.

"(Masyarakat bertanya), kenapa duit segitu besar, itu kan banyak itu mengenai pilpres mau dihabisin sekarang, mbok nanti loh, kita masih sibuk kok dengan Covid, keadaan masih begini, dan seterus-seterusnya. Itu pertanyaan," ujarnya.

Tak hanya itu, kepada Luhut, banyak yang menyatakan bahwa kondisi saat ini relatif tenang tanpa pergantian kepemimpinan.

Sebaliknya, pemilu bisa mengubah situasi politik menjadi tidak tenang karena adanya poros-poros dukungan ke calon tertentu.

"Kenapa mesti kita buru-buru? Kami capek juga dengar istilah 'kadrun' lawan 'kadrun', kayak gitu, ya apa istilahnya dulu itulah. Kita mau damai, itu aja sebenarnya," tuturnya.

Namun demikian, sekalipun ikut menyuarakan penundaan pemilu, Luhut bilang tidak pernah mengumpulkan elite partai politik untuk berkonsolidasi membahas ini.

Baca juga: Luhut Klaim Banyak Rakyat Sampaikan Penundaan Pemilu 2024, Pilih Penanganan Pandemi

Dia mengaku paham bahwa upaya menunda pemilu butuh proses yang panjang, perlu persetujuan DPR hingga MPR.

Luhut mengeklaim bakal menyambut baik jika wacana tersebut terealisasi. Namun, seandainya tidak berjalan, itu pun tak menjadi soal.

"(Kalau) MPR nggak setuju ya berhenti. Ya itulah demokrasi kita, kenapa mesti marah-marah? Ada yang salah?," kata dia.

Desakan publik

Atas kegaduhan ini, publik mendesak Luhut membuka big data yang ia klaim berisi tentang 110 juta warganet yang menyuarakan penundaan Pemilu 2024.

Direktur Eksekutif Indo Strategic Ahmad Khoirul Umam mengatakan, jika Luhut bisa menjelaskan klaim dukungan 110 juta warga terkait penundaan pemilu, maka publik dapat menyikapinya secara proporsional.

"Tapi kalau tidak bisa menjelaskan klaimnya, sebenarnya hal itu mengkonfirmasi bahwa kalian tersebut adalah upaya manipulasi opini publik," kata Umam kepada Kompas.com, Rabu (16/3/2022).

Namun demikian, Umam meragukan hal tersebut. Dia mengatakan, populasi penduduk Indonesia hanya sekitar 270 juta.

Dari angka itu, hanya sekitar 160 juta warga yang punya ponsel dan 50 persen di antaranya aktif di media sosial.

Baca juga: PDI-P Pertanyakan Kapasitas Luhut Bicara Soal Penundaan Pemilu

Dengan perkiraan data tersebut, maka tidak mungkin 110 juta warganet menyuarakan penundaan pemilu.

Menurut Umam, manipulasi opini publik jelas berbahaya dan menjadi ancaman serius bagi demokrasi.

Hal itu dapat menghambat upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.

"Tentu kita sungguh tidak ingin kebijakan publik pemerintah didasarkan pada dukungan semua dari rakyat yang didasarkan pada klaim-klaim sepihak yang ajaib dan tidak berdasar," tutur Umam.

Sementara, terkait Luhut yang mempertanyakan alasan Jokowi harus turun, Umam menilai, merepresentasikan keinginan dia untuk mengembalikan arsitektur politik Orde Baru.

Segala upaya bakal dilakukan untuk mewujudkan kepentingan politik, termasuk melawan konstitusi.

"Luhut seperti mengenakan kacamata kuda, asal terabas saja, termasuk tembok besar konstitusi pun ingin ia robohkan untuk mewujudkan kepentingan ekonomi-politiknya," katanya.

Baca juga: Cak Imin Bantah Diarahkan Istana untuk Usulkan Penundaan Pemilu

Oleh karenanya, menurut Umam, sudah saatnya Presiden Jokowi angkat bicara. Sebab, pernyataan presiden sebelumnya dinilai tak cukup mampu mengakhiri kegaduhan isu penundaan pemilu.

Justru, dengan semakin liarnya wacana ini, lanjut Umam, seolah menunjukkan bahwa Jokowi tak mempersoalkan penundaan pemilu mapun perpanjangan masa jabatan presiden.

"Karena ide-ide yang berkembang kuat di lingkaran Istana Kepresidenan itu seolah didiamkan oleh Jokowi," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com