Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat KPU Dikhawatirkan Bakal Dirusak untuk Jadi Alat Tunda Pemilu 2024...

Kompas.com - 17/03/2022, 08:32 WIB
Mutia Fauzia,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS. com - Wacana penundaan Pemilu 2024 memunculkan kekhawatiran tersendiri, terutama bagi penyelenggara pemilu, untuk kelak dijadikan alat guna menggolkan wacana ini.

Pasalnya, penundaan Pemilu 2024 yang berimplikasi terhadap perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo itu, tidak mungkin terealisasikan tanpa mengamandemen konstitusi negara.

Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengungkap, setidaknya ada dua skenario yang mungkin terjadi untuk memperpanjang masa jabatan tersebut.

Pertama, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu, dijadikan alat oleh para elite politik yang mendukung perpanjangan masa jabatan presiden untuk memuluskan wacana mereka.

Diketahui, ada dua anak buah Jokowi yang mewacanakan hal ini, yakni Menteri Koordinator bidang Perekonomian yang juga Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Baca juga: Saat Luhut Klaim Ada 110 Juta Warganet Suarakan Penundaan Pemilu tapi Ogah Buka Datanya...

Selain itu, di jajaran partai politik pendukung pemerintah, ada nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan yang turut mendukung wacana tersebut.

"Saya akhir-akhir ini agak khawatir dengan ide KPU yang dirusak atau kalau KPU entah rusak atau merusak dirinya, kemudian bisa menunda atau kemudian menyerah tidak akan melanjutkan proses tahapan Pemilu," kata Zainal dalam webinar "Demokrasi Konstitusional dalam Ancaman", Rabu (16/3/2022).

Menurut dia, ada kekhawatiran bahwa KPU akan menjadi alat untuk menciptakan kondisi yang seakan-akan obyektif, rasional, serta konstitusional untuk melakukan amandemen atas aturan masa jabatan atau proses pelaksanaan pemilu yang tertuang dalam Pasal 22 E Undang-Undang Dasar 1945.

Skenario kedua, yakni munculnya pernyataan Ketua MPR Bambang Soesatyo yang mengusulkan agar sistem pemilihan umum secara langsung dikaji ulang.

"Jadi presiden bisa tidak lagi dipilih secara langsung, tapi kemudian bisa dipilih melalui MPR karena kemudian presiden harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan PPHN (Pokok-Pokok Haluan Negara) ke MPR. Ini tidak aneh juga, karena Pak Bambang Soesatyo mengungkapkan itu beberapa hari yang lalu," kata Zainal.

Baca juga: Deja Vu Narasi Penundaan Pemilu ala Luhut dan Era Orde Baru

Jadi godaan terbesar Jokowi

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai, wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi godaan terbesar yang akan dihadapi Presiden Jokowi, yang memimpin pemerintahan dengan sistem presidensial.

Godaan itulah yang kemudian membuat masa jabatan presiden penting untuk diatur di dalam konstitusi. Dalam hal ini, berdasarkan UUD 1945, seorang presiden dapat memimpin selama lima tahun dan dapat kembali dipilih satu kali.

"Presiden Jokowi harus menyadari godaan terbesar presiden di dalam sistem presidensial itu adalah masa jabatan. Sebabnya presiden memegang kekuasaan pemerintahan, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Dua puncak kekuasaan itu dinisbahkan ke dirinya," kata Feri.

"Berbeda di dalam sistem parlementer yang memisahkan kekuasaan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan," jelas Feri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com