Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Isu Penundaan Pemilu dan Masa Jabatan Presiden Tak Bisa Dianggap Remeh...

Kompas.com - 16/03/2022, 13:37 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah tokoh sampai pakar politik dan hukum tata negara urun rembuk menyampaikan pendapat tentang wacana penundaan pemilihan umum (pemilu) sampai perpanjangan masa jabatan presiden. Sejak digulirkan, gagasan itu terus memicu beragam tanggapan dan perdebatan.

Di satu sisi pengusung gagasan itu menyatakan penundaan pemilu perlu dipertimbangkan dengan alasan proses pemulihan perekonomian Indonesia yang terdampak di masa pandemi Covid-19. Menurut mereka jika di masa pemulihan perekonomian terjadi gejolak akibat politik dikhawatirkan bakal berdampak buruk.

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang mulanya mengomentari isu terkait perpanjangan masa jabatan presiden pada 2021 lalu.

Wacana itu didukung oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

Baca juga: Jimly: Jika Amendemen Konstitusi demi Atur Masa Jabatan Presiden, Ada Potensi Presiden Dimakzulkan

Selain alasan pemulihan ekonomi, Muhaimin mengatakan banyak akun di media sosial setuju dengan usulannya agar pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda.

Menurut analisis big data perbincangan di media sosial, kata Muhaimin, dari 100 juta subjek akun di medsos, 60 persen di antaranya mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.

"Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data," kata Muhaimin dalam keterangannya, pada 26 Februari 2022.

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam wawancara yang diunggah di sebuah akun YouTube menyatakan dia memiliki data aspirasi rakyat Indonesia yang ingin Pemilu 2024 ditunda. Menurut dia, masyarakat ingin kondisi sosial politik yang tenang serta perbaikan kondisi perekonomian nasional.

Baca juga: Jimly Asshiddiqie Sebut Perpanjangan Masa Jabatan Merusak Demokrasi dan Jerumuskan Presiden

Luhut mengklaim terdapat big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan Pemilu 2024.

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai bagian dari koalisi pemerintah menyatakan mereka menolak wacana penundaan pemilu. Namun, mereka mendukung usulan perubahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode dengan alasan klaim bahwa rakyat masih menghendaki dan belum ada tokoh yang bisa menggantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memimpin.

Jokowi pernah menegaskan tidak pernah berniat ingin menjadi presiden tiga periode karena menyalahi konstitusi. Sebab, UUD 1945 mengatur, kekuasaan hanya bisa dipegang maksimal selama dua periode untuk orang yang sama.

"Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, 4 Maret 2022 lalu.

Menghina Konstitusi dan Tidak Masuk Akal

Ketua Majelis Syuro Partai Ummat Amien Rais menolak keras wacana penundaan pemilu yang disuarakan sejumlah petinggi partai politik koalisi dan pejabat pemerintah. Lelaki yang pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 1999 sampai 2004 itu mengatakan, wacana itu merupakan penghinaan terhadap konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Di samping itu menghina konstitusi, tapi juga merupakan makar juga terhadap konstitusi. Tapi, lepas dari itu, juga betul menghina kecerdasan akal manusia sehat," kata Amien dalam diskusi virtual DPD bertajuk "Mencari Solusi Permasalahan Negara dan Bangsa Indonesia", Senin (14/3/2022) lalu.

Pakar hukum tata negara yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan, amendemen UUD 1945 tidak masuk akal apabila dilakukan untuk kepentingan mengubah lamanya masa jabatan presiden. Menurut Jimly perubahan UUD seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan besar dan jangka panjang.

Baca juga: Senada dengan PDI-P, Demokrat Miris dengan Manuver Luhut Soal Penundaan Pemilu

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com